Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan pada pembukaan perdagangan Selasa (6/12/2022).
Berdasarkan data Bloomberg di pasar spot, pukul 09.09 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi 0,28 persen atau 43 poin ke level Rp15.505,5 per dolar AS. Indeks dolar AS terpantau turun sebesar 0,21 persen atau 0,216 poin ke level 105,07.
Sementara itu, sejumlah mata uang Asia Pasifik juga menunjukan pelemahan terhadap dolar AS, seperti mata uang dolar Taiwan yang melemah 0,10 persen, won Korea Selatan terkoreksi 0,85 persen, dan ringgit Malaysia dengan pelemahan 0,15 persen.
Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp15.450 - Rp15.500 per dolar AS pada hari ini.
Menurut Ibrahim, para trader saat ini menumpuk aset berisiko setelah lebih banyak kota di China melonggarkan beberapa pembatasan terkait Covid-19 mereka, memicu harapan pembukaan kembali ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Di sisi lain, investor berpegang teguh pada perkiraan Federal Reserve tentang kenaikan suku bunga yang lebih kecil dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga
Pusat keuangan Shanghai dan Urumqi di ujung barat adalah di antara kota-kota yang mengumumkan pelonggaran pembatasan Virus Corona selama akhir pekan menyusul protes baru-baru ini yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap strategi "dinamis nol-Covid" tanpa kompromi dari pemerintah.
China akan segera mengumumkan pelonggaran persyaratan pengujian secara nasional serta mengizinkan kasus positif dan kontak dekat untuk diisolasi di rumah dalam kondisi tertentu, kata orang yang mengetahui masalah tersebut kepada media pekan lalu.
Adapun, Bank sentral AS diperkirakan akan menaikkan suku bunga kebijakan dengan tambahan 50 basis poin pada pertemuan tersebut. Pedagang berjangka dana Fed sekarang memperkirakan suku bunga acuan Fed mencapai puncaknya di 4,92 persen pada bulan Mei.
"Fokus investor akan tertuju pada data inflasi harga konsumen AS yang akan dirilis pada 13 Desember, satu hari sebelum The Fed mengakhiri pertemuan kebijakan dua harinya," jelas Ibrahim
Dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi 2023 diasumsikan 5,3 persen, berdasarkan Undang-undang (UU) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Meski begitu, kemungkinan tantangan dari perekonomian global yang bakal dihadapi Indonesia semakin nyata.
Pemerintah terus memperkuat optimisme, walaupun dunia sedang bergejolak. Baik karena berlanjutnya perang Rusia dan Ukraina, maupun perang dagang AS dan China serta lockdown China masih akan dilakukan hingga enam bulan ke depan. Lalu ada juga masalah terkait gangguan mata rantai pasokan di dunia.
"Selain itu, pertumbuhan ekonomi kerap mengalami upside risk dan downside risk setiap tahunnya. Meski asumsinya 5,3 persen, tetap ada yang perlu diwasapadai di Tahun 2023. Namun, mempertahankan tren pertumbuhan di atas 5 persen adalah sebuah tantangan bagi pemerintah," paparnya.
Ibrahim mengatakan, beberapa saat ke depan, suku bunga akan tinggi. Beberapa pejabat di Federal Reserve atau Bank Sentral Amerika Serikat bahkan menyampaikan suku bunga akan cukup tinggi dalam waktu yang relatif panjang.
Ini berarti dampak terhadap ekonomi di negara maju mungkin akan terasa sepanjang tahun 2023. Dampaknya kepada perekonomian indonesia adalah terjadinya capital outflow (modal asing keluar). Bank Indonesia terpaksa harus menyesuaikan tren pasar global.