Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Obligasi Masih Meletup-letup 2023, Simak Analisa Bahana TCW

Pasar obligasi Indonesia dinilai masih menarik dicermati pada tahun depan menurut Bahana TCW di tengah potensi perlambatan ekonomi global.
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat./istimewa
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat./istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar obligasi Indonesia dinilai masih menarik dicermati pada tahun depan menurut Bahana TCW di tengah potensi perlambatan ekonomi global.

Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memaparkan kondisi pasar obligasi Indonesia pada tahun depan akan dipengaruhi kebijakan The Fed terkait kenaikan suku bunga. Budi menjelaskan, Bank Sentral AS itu telah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin sebanyak 4 kali hingga akhir tahun ini.

“Pasar akan melihat apakah The Fed masih akan melakukan tapering off pada tahun depan setelah melakukan pengetatan kebijakan moneter,” jelasnya dalam Media Brief Macro Economic Outlook Bahana TCW, Rabu (30/11/2022).

Sementara itu, sejumlah data ekonomi mengindikasikan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Menurut Budi, pertumbuhan ekonomi AS tersebut diperlambat sedemikian rupa agar menciptakan resesi ekonomi yang diperlukan sebelum kembali meningkat.

Berdasarkan pembelajaran dari berbagai krisis sebelumnya, Budi memproyeksikan adanya perlambatan ekonomi global pada tahun depan. Bersamaan dengan hal tersebut risiko utang akan bermunculan pada beberapa wilayah.

Seiring dengan sentimen tersebut, Bahana TCW memandang aset obligasi tetap layak dilirik pada tahun depan. Menurut Budi, obligasi negara dapat menjadi opsi mengingat adanya risiko pada beberapa wilayah.

“Bisa juga pilih obligasi negara bertenor panjang jika memiliki profil risiko yang agresif untuk memaksimalkan return,” imbuhnya.

Selanjutnya Budi mengatakan pemerintah kemungkinan akan mengurangi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) pada tahun depan. Menurutnya, pemerintah tengah mencoba untuk mengurangi paparan sejumlah risiko dari penerbitan SUN, seperti risiko SBN terhadap obligasi AS atau T-Bond, risiko mata uang, risiko pasokan, dan juga risiko independensi bank sentral.

Budi memaparkan, potensi penurunan emisi SUN masih terbuka mengingat sejumlah indikator ekonomi yang positif seperti surplus neraca dagang seiring dengan tren positif harga komoditas. Selain itu, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak melalui sejumlah program seperti pengampunan pajak.

“Dugaan saya pemerintah akan mengurangi penerbitan untuk menurunkan biaya dan tingkat imbal hasil (yield) obligasi, ini akan menjadi hal yang bagus menurut saya,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper