Bisnis.com, JAKARTA – Indeks dolar AS terus menguat sepanjang tahun ini hingga lebih dari 10 persen akibat kebijakan moneter agresif dari Federal Reserve AS untuk menenangkan inflasi. Namun, apakah kondisi bakal berbalik tahun depan?
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sebelumnya sempat ada indikasi The Fed akan mengurangi pace kenaikan suku bunga. Hal ini sempat membuat rupiah dan sejumlah mata uang di Asia menguat.
“Namun kemudian melemah lagi, karena konsistensi pejabat The Fed soal kenaikan suku bunga masih terpecah. Ada yang bilang terus naik, ada yang bilang melambat, ini yang membuat penguatan rupiah cukup terbatas walaupun indeks dolarnya sudah turun ke level di bawah 106,” ujarnya dalam webinar, Sabtu (26/11/2022).
Josua menegaskan, yang terjadi saat ini adalah dolarnya yang menguat, sejalan dengan kenaikan yield US Treasury sehingga nilai tukar rupiah dan semua mata uang Asia melemah serentak, dan bukan rupiah yang melemah.
Tahun depan, lanjut Josua, penguatan permintaan dolar akan dipengaruhi oleh arah kenaikan suku bunga The Fed.
“Kalau naik pada kuartal I/2023 dan akan dipertahankan sampai akhir tahun, ada juga kecenderungan penguatan akan dolar lebih terbatas tahun depan. Itu terindikasi dari positioning dolar AS yang sudah mulai short. Jadi tekanan kepada rupiah tahun depan akan lebih reda dari tahun ini,” imbuhnya.
Baca Juga
Adapun, penguatan rupiah tahun depan bisa terjadi dengan asumsi tidak ada faktor penekan lain yang baru seperti kondisi geopolitik yang memanas, yang bisa membatasi penguatan rupiah lebih lanjut.
“Tapi harapannya kondisi tahun depan untuk dolar memang memiliki kecenderungan bisa lebih melemah dibandingkan tahun ini,” kata Josua.