Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bagaimana Nasib Dana Investor pada Saham yang Terancam Delisting?

Bursa Efek Indonesia telah memberikan peringatan kepada beberapa emiten mengenai delisting paksa saham-saham tersebut.
Karyawan melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia telah memberikan peringatan kepada beberapa emiten mengenai delisting paksa saham-saham tersebut. Emiten-emiten tersebut telah disuspensi beberapa tahun lalu dengan sebagian sahamnya masih dimiliki publik.

Selanjutnya dengan adanya potensi delisting beberapa emiten tersebut, nasib investor pun ikut dipertanyakan. Apakah uang investasinya juga hilang?

Mengutip informasi pada website resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pihaknya mengklaim jika dana investor dapat kembali dengan proses yang tidak mudah khususnya bagi emiten yang terkena delisting paksa.

“Caranya adalah dengan menjual seluruh asetnya dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan (membayar utang). Selanjutnya, pemegang saham adalah pihak paling terakhir yang menerima hasil likuidasi tersebut,” tulis OJK, dikutip Jumat (25/11/2022).

Pada praktiknya, jarang terjadi dana hasil likuidasi sampai ke pemegang saham emiten tersebut, karena umumnya dana tersebut akan habis dipakai untuk membayar utang perusahaan terlebih dahulu.

Sebelum proses persidangan bagi emiten yang terkena delisting paksa, Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator mewajibkan emiten yang akan delisting baik sukarela maupun paksa untuk membeli kembali sahamnya yang beredar di masyarakat (buyback).

Regulasi tersebut termaktub dalam POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang bertujuan untuk melindungi investor ritel di pasar modal, mendisiplinkan emiten dan mengakomodir hal-hal baru maupun perkembangan industri sektor jasa keuangan secara global.

Hal tersebut dilakkan agar terdapat sarana bagi investor untuk menjual kembali saham miliknya yang telah disuspensi.

Sebagai contoh kasus adalah PT Berau Coal Energy pada tahun 2015. BRAU melakukan tender offer. Namun hingga tenggat waktu delisting, masih ada 3,25 miliar saham BRAU yang dipegang oleh pemegang saham minoritas. Saham itu mengendap di Kustodian Efek Indonesia (KSEI) dalam bentuk scriptless.

Gagalnya proses tender offer ini pernah juga dialami emiten obat diabetes dan imunisasi PT Organon Pharma Indonesia Tbk (SCPI). SCPI saat ini sedang dalam proses delisting sukarela sejak 9 tahun lalu. SCPI telah melakukan tender offer pada periode 3 Desember 2018 hingga 3 Januari 2019.

Saat itu SCPI menawarkan Rp100 ribu untuk satu lembar saham. Namun tender offer ini gagal. Dari 46.464 saham publik, saham yang berhasil buy back hanya 2.800 saham. Dari 471 pihak yang memiliki saham tersebut hanya berkurang menjadi 43.664 saham yang dimiliki oleh 440 pihak.

Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat menjelaskan jika sampai tender offer selesai dan pemegang saham publik tidak menjual sahamnya, kemungkinan besar saham tersebut akan hangus.

“Harusnya peraturan tender offernya dari Bursa Efek ini yang di update dan diubah. Jika kejadiannya seperti ini (kasus SCPI) lalu solusinya bagaimana?” kata Teguh kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Harusnya ada penyesuaian dari mekanisme tender offernya sehingga tender offernya tetap bisa dilakukan dan perusahaan bisa delisting.

“Jadi ini kerjaannya Bursa dan OJK. Bagaimana peraturan ini harus diupdate,” imbuhnya.

Terkait dengan jaminan dana investor terhadap emiten yang akan delisting, Bisnis telah mencoba mengkonfirmasi ke OJK. Namun, OJK menyarankan untuk bertanya langsung pada BEI. Hingga berita ini ditulis, Bursa Efek Indonesia belum mengkonfirmasi pertanyaan Bisnis.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Pandu Gumilar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper