Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia telah mengumumkan potensi delisting terhadap 4 emiten di Bursa yang berpotensi mengalami delisting. Teranyar, surat pemberitahuan delisting ditujukan oleh emiten property PT Bliss Properti Indonesia Tbk. (POSA).
Berdasakan keterangan pada laman BEI emiten dengan kode saha POSA tersebut telah disuspensi di Seluruh Pasar selama 24 bulan. Diketahui pula sebanyak 20,29 persen atau sebanyak 1,7 miliar dari keseluruhan saham merupakan milik masyarakat.
Kemudian emiten yang terancam delisting adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL). Emiten yang lebih dikenal dengan sebutan Sritex ini telah disuspensi di Seluruh Pasar selama 18 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 18 Mei 2023.
Terdapat 39,89 persen atau sebanyak 8,1 miliar saham yang beredar di masyarakat. Sedangkan PT Huddleston Indonesia sebagai pengendali saham dengan memiliki 59,03 persen saham.
PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW) menjadi emiten yang masuk potensi delisting BEI. Berdasakan keterangan BEI, suspense JKSW telah mencapai 42 bulan pada tanggal 2 November 2022.
Sebanyak 59,15 juta lembar saham atau 39,44 persen saham yang beredar di masyarakat. Saham JKSW diperdagangkan terakhir dengan harga Rp60 per lembar.
Baca Juga
Terakhir yaitu PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP) yang telah disuspensi BEI dan mencapai 42 bulan pada tanggal 2 November 2022. LCGP menjadi emiten yang sahamnya paling banyak dipegang masyarakat. Sebanyak 4,9 miliar atau 87,20 persen saham beredar di masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator di sektor jasa keuangan telah mengeluarkan POJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang bertujuan untuk melindungi investor ritel di pasar modal, mendisiplinkan emiten dan mengakomodir hal-hal baru maupun perkembangan industri sektor jasa keuangan secara global.
Salah satu bentuk perlindungan bagi investor ritel yang tercakup dalam POJK tersebut adalah emiten wajib membeli kembali (buyback) saham dari para investor apabila akan delisting sehingga terdapat jalur/sarana bagi investor untuk menjual kembali saham yang dimiliki.
Selain itu OJK juga mengatakan jika nvestor dapat melakukan dua hal jika sahamnya terkena force delisting. Pertama, Investor dapat menjual saham tersebut di pasar negosiasi, yaitu pasar di mana efek diperdagangkan secara negosiasi atau tawar menawar. Negosiasi dilaksanakan secara individu, namun proses jual dan beli tetap harus melalui perusahaan sekuritas. Pasar negosiasi memiliki aturan tersendiri yang tentunya tetap berada dibawah pengawasan bursa.
Kedua, Investor bisa membiarkan sahamnya. Beberapa perusahaan yang delisting biasanya tetap menjadi perusahaan publik dan bisa relisting kembali walaupun kemungkinannya sangatlah kecil.