Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku pasar dalam negri dihantui kecemasan setelah Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada pertemuan 1—2 November 2022 kemarin.
Gubernur The Fed Jerome Powell telah mengeluarkan pernyataan bahwa kenaikan suku bunga bisa lebih rendah pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Namun data perekonomian menunjukkan bahwa puncak Fed Fund Rate bakal lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya.
Meski begitu, Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati menilai dampak negatif dari kenaikan suku bunga ke pasar modal dalam negeri dinilai lebih bisa diantisipasi. Dia mengatakan Indonesia cenderung lebih aman dari dampak risiko perlambatan ekonomi global jika melihat probabilitas resesi Indonesia yang berada di angka 5 persen.
Risiko tersebut lebih rendah daripada negara di kawasan Asia seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan China yang berada di atas 10 persen. Sementara itu, risiko resesi di Amerika Serikat dan zona Euro bahkan lebih dari 60 persen.
“Dengan demikian, risiko kenaikan suku bunga The Fed dan dampak negatif yang ditimbulkan ke pasar saham Indonesia diperkirakan masih dapat diantisipasi. Tren untuk IHSG saat ini dalam jangka panjang masih cukup baik dan rasio PE-nya juga cenderung undervalue,” kata Ike kepada Bisnis, Kamis (3/11/2022).
Sampai penutupan perdagangan Kamis (3/11/2022), IHSG terpantau mengakhiri perdagangan di zona hijau dengan penguatan 0,27 persen ke 7.034,57. IHSG bergerak di posisi terendah 6.962,85 dan tertinggi 7.050,38.
Baca Juga
Ike juga menyoroti pergerakan arus modal di tengah tren kenaikan suku bunga global dan depresiasi nilai rupiah terhadap dolar AS. Para investor asing memang sempat melakukan aksi jual bersih selama The Fed menerapkan kebijakan hawkish, tetapi secara kumulatif, aksi beli bersih investor asing di pasar saham Indonesia sepanjang 2022 telah melampaui Rp80 triliun.
“Saham-saham yang diakumulasi sejak awal mayoritas adalah sektor perbankan dan rata-rata saham sektor perbankan sudah menguat dua digit,” tambahnya.
Ike mengatakan sektor perbankan masih menjadi sektor yang menarik untuk investasi saat ini, bersama dengan sektor berbasis komoditas energi. Di sektor perbankan, Ike memberi rekomendasi untuk saham BBRI yang dia nilai lebih menarik dibandingkan dengan BBCA, BMRI, dan BBNI.
“Untuk sektor energi ada PTBA dan PGAS. Kedua saham ini memiliki prospek yang sangat bagus sejalan dengan kenaikan harga komoditas energi. Selain itu, jika dibandingkan dengan ADRO dan ITMG, saham PTBA dan PGAS sudah cukup tertinggal kenaikannya,” kata dia.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.