Bisnis.com, CIKARANG — Perusahaan farmasi BUMN, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) terus menggenjot produksi bahan baku obat (BBO) untuk memenuhi ketahanan industri farmasi nasional.
Direktur Utama Kimia Farma, David Utama menegaskan KAEF mengambil peran yang sangat penting dalam kelangsungan penyediaan bahan baku obat karena mampu memproduksi BBO sendiri.
“Industri farmasi dibandingkan industri lainnya sudah lebih advanced karena 90 persen sudah diproduksi dalam negeri, namun tantangannya 95 persen bahan bakunya masih impor,” ujarnya dalam acara Media Gathering di Pabrik PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP), Senin (3/10/2022).
KAEF melalui anak usahanya KFSP telah memproduksi 12 BBO yang telah memenuhi standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Good Manufacturing Practices (GMP), hingga sertifikasi halal.
Sejumlah BBO yang telah diproduksi secara mandiri oleh KAEF antaralain simvastatin, amlodipin, clopidogrel, tenofovir, efavirenz, hingga povidone iodine.
KAEF merupakan satu-satunya perusahaan farmasi di Indonesia yang menyediakan fasilitas tambang iodium, yang dikembangkan dan diproduksi oleh KFSP.
Baca Juga
Iodium saat ini diekspor dalam bentuk crude ke China dan India, untuk selanjutnya diimpor dalam bentuk BBO povidone iodine oleh industri farmasi di Indonesia.
Ke depan, KAEF berencana akan mengembangkan dan memproduksi 28 BBO hingga 2024 yang berpotensi menurunkan impor sebesar 17—20 persen.
Lebih lanjut, KAEF juga tengah menggandeng Pertamina untuk melakukan kerja sama produksi dan riset pengembangan sintesa BBO paracetamol end-to-end dari bahan kimia dasar sampai BBO, dan melibatkan berbagai stakeholder agar menjadi role model pengembangan BBO.
Sebelumnya, pemerintah melalui induk KAEF dan PT Indofarma Tbk. (INAF), PT Bio Farma (Persero) menargetkan penurunan impor BBO yang saat ini masih di kisaran 95 persen.