Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Melemah, Prospek Ekonomi Memburuk Tekan Permintaan

Harga minyak global tertekan proyeksi ekonomi dunia yang memburuk sehingga menekan permintaan minyak.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak melemah pada perdagangan Kamis (29/9/2022) karena investor menimbang prospek ekonomi yang memburuk terhadap potensi pengurangan produksi OPEC+ minggu depan.

Harga minyak Brent kontrak November 2022 turun 83 sen atau 0,9 persen menjadi US$88,49 per barel di London ICE Futures Exchange, setelah naik setinggi US$90,12 dolar AS.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak November 2022 juga merosot 92 sen atau 1,1 persen menjadi US$ 81,23 per barel.

Mengutip Antara, anggota terkemuka Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, telah memulai diskusi tentang pengurangan produksi minyak pada pertemuan berikutnya 5 Oktober.

Reuters melaporkan minggu ini bahwa Rusia kemungkinan akan mengusulkan agar OPEC+ mengurangi produksi minyak sekitar 1 juta barel per hari (bph).

"Saat ini, pasar minyak tertatih-tatih antara kehancuran permintaan yang diinduksi Fed dan pasokan minyak yang ketat," kata Ryan Dusek, direktur di Grup Penasihat Risiko Komoditas di Opportunne LLP.

Pasar saham AS juga jatuh di tengah kekhawatiran bahwa perjuangan agresif Federal Reserve melawan inflasi dapat melumpuhkan ekonomi AS, dan karena investor khawatir tentang kekalahan di mata uang global dan pasar surat utang (obligasi).

"Di tengah begitu banyak ketidakpastian, perdagangan maju mundur mungkin biasa terjadi selama minggu depan, kecuali kita mendapatkan kejelasan lebih lanjut dari sumber OPEC+ tentang kemungkinan ukuran penyesuaian dan apa artinya kuota yang terlewatkan sebelumnya," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA.

Pasar juga mereda karena ancaman Badai Ian surut dengan produksi minyak AS diperkirakan akan kembali dalam beberapa hari mendatang, setelah sekitar 158.000 barel per hari ditutup di Teluk Meksiko pada Rabu (28/9/2022), menurut data federal.

Di China, importir minyak mentah terbesar di dunia, perjalanan selama liburan nasional selama seminggu yang akan datang akan mencapai level terendah dalam beberapa tahun, karena aturan nol-COVID Beijing membuat orang tetap di rumah sementara kesengsaraan ekonomi membatasi pengeluaran.

Harga acuan minyak mentah tetap pada kecepatan untuk mencatat kenaikan mingguan, setelah penurunan beruntun empat minggu. Awal pekan ini mereka rebound dari posisi terendah sembilan bulan, didukung oleh penurunan indeks dolar AS dan penarikan persediaan bahan bakar AS yang lebih besar dari perkiraan.

Indeks dolar AS turun lagi pada Kamis (29/9), jatuh dari tertinggi 20 tahun, menunjukkan beberapa selera risiko lebih besar dari para investor.

Dukungan lebih lanjut untuk harga minyak bisa datang dari Amerika Serikat yang mengumumkan sanksi baru terhadap perusahaan-perusahaan yang memfasilitasi penjualan minyak Iran.

"Saya pikir para pedagang hampir menyerah pada kesepakatan nuklir yang telah disepakati dan pengumuman dari AS ini tampaknya merupakan langkah maju atau mundur," kata Erlam.

Sementara itu, harga minyak dunia masih akan mencatatkan koreksi kuartalan pertamanya dalam 2 tahun terakhir seiring dengan kekhawatiran pasar terhadap penurunan konsumsi. Hal ini juga ditambah dengan pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan oleh The Fed.

Riset dari Goldman Sachs menyebutkan, pasar komoditas saat ini tengah terperangkap pada sejumlah katalis negatif termasuk tren kenaikan dolar AS. Penguatan dolar AS membuat kebanyakan komoditas menjadi lebih mahal untuk sebagian pembeli.

Tren pelemahan harga minyak semakin memperkuat sinyal bahwa OPEC dan sekutunya akan memangkas output produksi.

Yeap Jun Rong, Market Strategist IG Asia Pte menuturkan kenaikan harga yang dapat terjadi setelah pemangkasan produksi diprediksi hanya sementara. Menurutnya, pengetatan kebijakan moneter global akan membatasi ruang pemulihan harga minyak.

“Sentimen utama masih berada di sekitar risiko resesi global,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Sumber : Antara, Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper