Bisnis.com, JAKARTA – Emiten perkebunan PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) optimistis pertumbuhan produksi CPO akan menjadi katalis positif yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan hingga akhir 2022.
Head of Investor Relation Sampoerna Agro Stefanus Darmagiri optimistis perseroan dapat mencatatkan perbaikan kinerja hingga akhir tahun 2022. Hal ini seiring dengan potensi perbaikan produksi CPO perusahaan pada paruh kedua tahun ini.
Pertumbuhan hasil produksi CPO utamanya akan ditopang oleh kondisi cuaca yang lebih baik dibandingkan dengan semester I/2022. Ia menuturkan, dengan cuaca yang optimal perusahaan memprediksi puncak produksi CPO akan terjadi pada kuartal III/2022 atau awal kuartal IV/2022.
“Dengan pertumbuhan produksi, maka diharapkan kinerja keuangan kami juga akan lebih baik secara full year tahun ini,” jelasnya dalam acara Public Expose Live 2022, Jumat (16/9/2022).
Adapun, hingga semester I/2022 SGRO mencatatkan produksi CPO sebesar 164.000 ton, atau turun 21 persen dibandingkan dengan hasil semester I/2021 sebanyak 208.000 ton. Sementara itu, produksi tandan buah segar (TBS) secara konsolidasi juga turun dari 969.000 ton menjadi 787.000 ton pada semester I/2022.
Sementara itu, Direktur Keuangan SGRO Heri Harjanto menambahkan, prospek bisnis perseroan ke depannya cukup baik. Hal tersebut salah ssatunya didukung oleh profil tanaman sawit yang masih berada dalam masa produktif.
Baca Juga
“Kami juga melakukan kegiatan intensifikasi kebun yang akan terus berjalan dalam beberapa tahun kedepan. Adanya peningkatan produksi dari kebun inti serta proporsi panen yang semakin merata turut menambahkan optimisme kami,” pungkasnya.
Sepanjang semester I/2022, SGRO mencatatkan laba bersih sebesar Rp539,12 miliar, atau naik 39,35 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp386,88 miliar. Sementara itu total penjualan tercatat menurun 2 persen menjadi Rp2,6 triliun yang disebabkan oleh penurunan pendapatan dari CPO, penyumbang pendapatan terbesar.
Pendapatan dari CPO turun 6 persen yoy akibat volume penjualan CPO yang lebih rendah. Di sisi lain, inti sawit atau palm kernel (PK) mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 32 persen yoy, yang ditopang oleh penguatan harga rata-rata PK.