Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat pada perdagangan hari ini, Kamis (8/9/2022), beriringan dengan mayoritas mata uang lain di kawasan Asia.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Garuda ditutup menguat 17,00 poin atau 0,11 persen pada hari ini sehingga parkir di posisi Rp14.900,50 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS pada pukul 15.10 WIB terpantau melemah tipis 0,04 persen ke level 109,799.
Selain rupiah, mata uang won Korea Selatan pada hari ini menguat 0,26 persen, rupee India naik 0,20 persen, peso Filipina naik 0,03 persen, ringgit Malaysia naik 0,03 persen, dan yuam China naik 0,02 persen.
Di sisi lain, mata uang dolar Taiwan terpantau melemah 0,10 persen, dan yen Jepang turun 0,03 persen terhadap dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data yang diterbitkan Bank Indonesia, hari ini kurs referensi Jisdor berada di level Rp14.905,00 per dolar AS, menguat 13 poin atau 0,15 persen dari posisi Rabu (7/9/2022) Rp14.927 per dolar AS.
Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam dalam riset harian menyatakan indeks dolar AS terpantau sempat menguat berkaitan dengan data ekonomi AS yang lebih sehat di bulan Agustus dengan peningkatan aktivitas di bulan tersebut.
Baca Juga
Oleh sebab itu, hal tersebut menurut Ibrahim memberikan The Fed lebih banyak ruang untuk menaikkan suku bunga tajam di akhir bulan September ini.
“Pedagang sekarang memperkirakan peluang lebih dari 70 persen bank sentral akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada bulan September,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Rabu (7/9/2022).
Sementara itu, bertolak belakang dengan AS, Bank of Japan berada di jalur yang buruk terkait dengan kebijakan moneternya, sehingga meningkatkan kemungkinan intervensi dari pejabat Jepang.
Beralih ke Bank Sentral Eropa, diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada hari esok hari mengingat inflasi dengan cepat mendekati dua digit di Zona Euro. Sementara para menteri Uni Eropa akan bertemu pada hari Jumat untuk membahas krisis energi yang memukul industri dan menekan rumah tangga.
Di Inggris, Bank of England memperkirakan bahwa Inggris akan memasuki resesi berkepanjangan pada akhir tahun ini karena warga berjuang dengan biaya krisis hidup.
Perdana Menteri Inggris Liz Truss, menjanjikan paket dukungan besar pada awal minggu ini untuk mengatasi tagihan energi yang melonjak, berpotensi mengumumkan pada hari Kamis bahwa pemerintah akan menghabiskan sebanyak £200 miliar (US$230 miliar) selama 18 bulan ke depan.
Sementara itu dari domestik, dia menyampaikan Indonesia menghadapi risiko yang lebih besar dibandingkan periode awal 2022 yang masih stabil.
“Kenaikan suku bunga secara langsung akan mempengaruhi pergerakan dolar terhadap sejumlah mata uang. Situasi ini membuat mata uang negara berkembang seperti rupiah tidak berdaya,” jelasnya.
Ditambah lagi dengan kenaikan BBM yang dipercaya akan merembet terhadap kenaikan barang-barang. Menurutnya kebijakan tersebut akan mempengaruhi konsumsi masyarakat dan berimbas pada kenaikan inflasi di tahun 2022 yang kemungkinan bisa tembus diatas 6 persen.
Laporan terbaru yang dipublikasikan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini turun menjadi 3,2 persen dan berlanjut pada 2023 menjadi 2,9 persen.
“Ini merupakan warning mungkin akan mengalami revisi lagi ke bawah apabila semester kedua 2022 mengalami tren pemburukan terutama di sisi inflasi dan respon kebijakan yang agresif,” lanjutnya.