Bisnis.com, JAKARTA — Saham pertambangan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) memperoleh sejumlah katalis yang dapat mendongkrak kinerja pada sisa tahun ini.
Analis NH Korindo Sekuritas, Arief Machrus menjelaskan, PTBA memanfaatkan kenaikan harga batu bara saat ini, dan mencatatkan volume produksi yang meningkat.
“Volume produksi PTBA yang tinggi, didukung optimalisasi kawasan Banko dan Muara Tiga Besar dengan stripping ratio rendah,” ujar Arief dalam risetnya, dikutip Rabu (24/8/2022).
Sebagai informasi, stripping ratio PTBA terjaga di level rendah 4,7 kali, masih di bawah target 5,1 persen.
Selain itu, katalis lainnya yang dapat mendongkrak kinerja PTBA yaitu strateginya mempertahankan biaya rendah atau cash cost PTBA senilai Rp649.000 per ton, naik 21 persen secara tahunan seiring kenaikan volume produksi.
"PTBA juga mampu menjaga biaya jasa pengangkutan kereta api dan pertambangan, walaupun terjadi peningkatan produksi dan volume penjualan,” imbuhnya.
Baca Juga
Katalis berikutnya datang dari rasio utang PTBA yang tergolong sehat. Porsi kas bersih PTBA mencapai 37 persen dari total aset, menopang kekuatan likuiditas.
Sementara itu, kas bersih PTBA juga tumbuh 163 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp13,3 triliun.
“Kuatnya likuiditas, menekan rasio utang PTBA tetap rendah. Kenaikan kas ini, kemudian mendorong aset lancar perseroan tumbuh signifikan 118 perse yoy menjadi Rp18,2 triliun,” tutup Arief.
NH Korindo merekomendasikan beli saham PTBA dengan target harga Rp4.600 untuk 12 bulan ke depan, yang mencerminkan forward P/E sebesar 4,6 kali dengan potensi kenaikan 31,4 persen. Rekomendasi ini mempertimbangkan harga jual rata-rata yang relatif tetap tinggi sepanjang 2022.
Pada kuartal I/2022, PTBA mencatatkan kenaikan volume produksi sebesar 40 persen dan volume angkut yang naik 16 persen, serta volume penjualan terkerek 18 persen.
Sepanjang tahun ini, PTBA menargetkan produksi 36,41 juta ton batu bara dengan volume angkut 31,50 juta ton, dan volume penjualan 37,10 juta ton.
Laba bersih PTBA selama tiga bulan pertama 2022 pun meningkat tajam sebesar 355 persen menjadi Rp2,28 triliun, dari Rp500,52 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.