Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah dibuka melanjutkan pelemahan dari perdagangan hari sebelumnya, Selasa (16/8/2022), jelang pembacaan nota keuangan oleh Presiden Jokowi.
Mengutip data Bloomberg, Selasa (16/8/2022), rupiah dibuka melemah 32,5 poin atau 0,22 persen ke Rp14.774 per dolar AS. Sedangkan, indeks dolar AS juga melemah tipis 0,04 persen ke 106,).50.
Bersama dengan rupiah, yuan China juga melemah 0,22 persen, ringgit Malaysia melemah 0,16 persen, won Korea Selatan melemah 0,26 persen, dan peso Filipina melemah 0,31 persen.
Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi untuk perdagangan hari ini diperkirakan rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatuf namun ditutup melemah di rentang Rp14.850-Rp14.910 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan, mata uang utama bertahan stabil karena para pedagang enggan menempatkan taruhan besar menjelang data inflasi AS, yang pasar akan teliti untuk panduan tentang seberapa tajam Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.
Para ekonom memperkirakan inflasi utama tahun-ke-tahun (YoY) akan berada pada 8,7 persen, sedikit mundur dari angka 9,1 persen pada Juni. Inflasi inti diperkirakan sebesar 0,5 persen bulan ke bulan (MoM).
Baca Juga
“Pergerakan pasar mata uang sedikit mengarah ke atas, dan untuk rilis sebelumnya, reaksi kurang antusias dibandingkan dengan di pasar obligasi yang bergejolak. Greenback secara umum stabil semalam, setelah mengalami kemunduran mulai pertengahan Juli lalu,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Senin (15/8/2022).
Dari sisi internal, dengan kondisi ekonomi global yang terus memanas baik di Eropa maupun Asia, membuat harga komoditas kembali melambung bahkan harga minyak mentah dan gas alam yang melonjak begitu besar, sehingga berdampak terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan yang lebih spesifik adalah naiknya harga gandum dan pupuk.
“Kenaikan harga komoditas belum begitu berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia karena harga-harga dalam negeri diatur oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan berbagai instrumen fiskal termasuk pajak, subsidi dan insentif untuk mengatasi kondisi ini,” lanjut Ibrahim.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menjadi bantalan dan shock absorber untuk melindungi masyarakat terhadap melonjaknya harga-harga komoditas. Sebagai contoh, pemerintah menggunakan kebijakan pelarangan ekspor dan instrumen pajak ekspor untuk menstabilkan harga minyak goreng domestik akibat meningkatnya harga CPO di pasar internasional.