Bisnis.com, JAKARTA – Analis Deutsche Bank memperkirakan harga Bitcoin bisa menguat kembali ke level US$28.000 pada akhir tahun mengingat lajunya yang cenderung seirama dengan bursa saham AS.
Berdasarkan data coinmarketcap.com, harga Bitcoin terpantau melemah 1 persen ke level US$20.090,63 pada 07.27 WIB dalam 24 jam terakhir. Sejak 7 hari terakhir, cryptocurrency terbesar ini telah melemah 0,39 persen.
Harga Bitcoin terus merosot pada tahun 2022 di tengah suasana risk-off atau sentimen penghindaran risiko yang didorong oleh kenaikan suku bunga dan kekhawatiran akan inflasi.
Marion Laboure dan Galina Pozdnyakova dari Deutsche Bank memperkirakan Bitcoin akan menguat lebih dari 30 persen dari kisaran level US$20.000 hingga akhir tahun, meskipun level tersebut masih kurang dari setengah level tertinggi yang dicapai pada November 2021.
Laboure dan Pozdnyakova mengatakan laju harga aset kripto cenderung menjadi semakin berkorelasi dengan indeks saham seperti Nasdaq 100 yang sarat teknologi dan S&P 500. Mereka memperkirakan indeks S&P akan pulih ke level Januari pada akhir tahun dan Bitcoin mungkin akan mengikuti.
Keduanya memandang mata uang digital lebih seperti aset yang berharga seperti berlian, daripada emas yang menjadi komoditas safe haven.
Baca Juga
Bitcoin gagal memenuhi prediksi para pakar dan analis yang memperkirakan akan menjadi aset perlindungan investor, setelah anjlok lebih dari 50 persen tahun ini. Aset kripto mencatat kinerja lebih rendah dari saham, obligasi, dan komoditas selama penurunan pasar karena penghapusan kelebihan likuiditas oleh bank sentral utama menciptakan tekanan terhadap harga
Laboure dan Pozdnyakova menceritakan kisah De Beers, pelaku pasar besar di bidang berlian, yang mampu mengubah persepsi konsumen tentang berlian berkat upaya periklanannya.
“Dengan lebih memasarkan ide daripada produk, mereka membangun fondasi yang kuat untuk industri berlian senilai US$72 miliar per tahun, yang telah mereka dominasi selama delapan puluh tahun terakhir. Sejarah berlian ini juga berlaku untuk banyak barang dan jasa, termasuk Bitcoin,” kata mereka, dikutip Bloomberg, Kamis (30/6/2022).
Mereka mengatakan upaya mencapai kestabilan harga Bitcoin sangat sulit dilakukan karena tidak ada model valuasi umum seperti yang ada dalam ekuitas. Selain itu, pasar kripto sangat terfragmentasi.
“Anjloknya harga aset kripto dapat berlanjut karena kompleksitas sistem,” pungkas mereka.