Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi ketidakpastian global seperti resesi dan kenaikan suku bunga membuat pasokan obligasi korporasi cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Perusahaan Manajer Investasi (MI) pun menyiapkan sejumlah strategi guna memastikan ketersediaan pasokan obligasi korporasi yang mencukupi untuk produknya.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto mengatakan, sejauh ini kecukupan pasokan obligasi korporasi untuk produk reksa dana masih ada. Meski demikian, di tengah fluktuasi pasar saat ini, emiten yang hendak menerbitkan perlu memberikan kupon lebih besar.
“Tetapi, menurut kami hal ini menjadi sentimen positif bagi reksa dana karena imbal hasil lebih tinggi,” jelasnya saat dihubungi, Rabu (22/6/2022).
Adapun, guna mengamankan pasokan surat utang korporasi untuk kebutuhan peracikan produk, Panin AM memesan langsung ke sekuritas yang menjadi underwriter. Panin AM mengutamakan obligasi yang dikeluarkan oleh BUMN dan perusahaan dengan rating investment grade.
“Jika perusahaan swasta, kami mencari obligor dengan track record optimal dan good corporate governance (GCG) yang baik,” paparnya.
Baca Juga
Rudiyanto melanjutkan, jumlah pesanan yang didapat pihaknya akan sangat bergantung pada emiten dan kuponnya.
Ia mengatakan, jika obligasi tersebut diminati dan oversubscribed, maka Panin AM akan mendapatkan lebih sedikit dari pesanan. Sebaliknya, pihaknya akan mendapat obligasi korporasi dalam jumlah yang lebih besar bila surat utang tersebut tidak begitu diminati.
Di sisi lain, Rudiyanto mengatakan hal ini sebagai sentimen positif. Menurutnya, obligasi yang oversubscribed berarti diminati oleh banyak pihak dan krediturnya lebih tersebar.
Secara terpisah, Direktur Utama Pinnacle Persada Investama Guntur Surya Putra mengatakan, produk reksa dananya cenderung lebih fokus pada instrumen surat berharga negara (SBN). Ia menjelaskan, kenaikan tingkat suku bunga akan turut mengerek cost of capital.
“Tentunya pada saat ini dari sisi likuiditas dan profil risiko, obligasi pemerintah akan lebih menarik dengan price entry point yang lebih atraktif,” katanya.
Ia menambahkan, di tengah volatilitas pasar, Pinnacle menerapkan strategi durasi aktif untuk produknya yang berbasis SBN. Peracikan portofolio juga dibuat lebih taktis dan adaptif sesuai dengan kondisi pasar.
“Untuk obligasi korporasi kami harus lebih selektif, terutama dengan ancaman inflasi global dan resesi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Head of Research & Market Information Department PHEI Roby Rushandie menjelaskan, sentimen yang menekan pasar obligasi korporasi Indonesia adalah tren kenaikan suku bunga dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Sentimen ini akan meningkatkan risiko di pasar surat utang Indonesia serta menekan minat investor.
Kenaikan risiko serta turunnya minat investor terhadap surat utang jenis ini akan membuat korporasi cenderung menahan diri untuk menerbitkan obligasi baru.
“Dalam skenario moderat, kami memprediksi total penerbitan obligasi korporasi tahun 2022 di kisaran Rp105 triliun hingga Rp110 triliun,” jelasnya.