Bisnis.com, JAKARTA - Bitcoin menunjukkan tanda-tanda perbaikan tentatif setelah berhasil bergerak di atas level US$20.000. Meski demikian, reli pada pasar kripto ini diyakini hanya bersifat temporer.
Berdasarkan data coinmarketcap.com pada Selasa (21/6/2022), Bitcoin naik sekitar 3,04 persen sepanjang 24 jam terakhir diperdagangkan US$20.590. Sejumlah aset kripto lain seperti Solana dan Polkadot juga ikut menguat.
Komisaris Utama PT HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, kenaikan harga Bitcoin dinilai masih bersifat sementara. Hal ini mengingat masih ada sejumlah sentimen bearish yang masih terus diperhatikan pelaku pasar.
“Belum ada rebound terlihat nyata, semua masih diliputi kekhawatiran atas inflasi yang belum nampak akan turun,” katanya saat dihubungi, Selasa (21/6/2022).
Ke depannya, Sutopo mengatakan Bitcoin masih akan menguji posisi US$20.000 sebagai level krusial. Namun, penurunan yang berlanjut masih dimungkinkan hingga ke US$15.000 pada sisi bawah.
Sementara jika rebound berlanjut maka harga Bitcoin berpotensi kembali menyentuh level US$25.000 dalam waktu dekat.
Penyedia layanan data blockchain dan intelijen untuk digital aset Glassnode melaporkan bahwa realisasi kerugian pada kepemilikan Bitcoin mencapai rekor US$7,3 miliar pada pekan lalu.
"Dengan penjual yang terpaksa muncul untuk mendorong sebagian besar aksi jual baru-baru ini, pasar mungkin mulai melihat apakah sinyal kelelahan penjual muncul selama beberapa pekan dan bulan mendatang," demikian kutipan laporan tersebut dari Bloomberg.
Senada dengan Glassnode, analis GlobalBlock Marcus Sotiriou mengatakan bahwa titik terendah makro atau titik terendah sementara sudah mulai mendekati.
Sementara itu, altcoin belum mengalami kemerosotan yang sama dibandingkan dengan Bitcoin dan Ether yang banyak digunakan sebagai agunan. Kendati demikan, tren pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve mengancam pemulihan koin digital ini.
Acuan pengukur volatilitas token T3 Bitcoin Volatility Index menunjukkan lompatan kembali ke level tertinggi pada pertengahan Mei, ketika runtuhnya stablecoin TerraUSD mengguncang pasar.
"Gabungan beracun dari siklus berita buruk dan kenaikan suku bunga telah merugikan pasar kripto dan kita dapat mengantisipasi volatilitas yang lebih besar dalam beberapa pekan mendatang,” terang Direktur di platform kripto Gemini Feroze Medora.