Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Turun Tajam Jelang Rilis Inflasi AS, S&P 500 Ambruk 2,38 Persen

Investor Wall Street bersiap untuk Indeks Harga Konsumen (CPI) terbaru Biro Statistik Tenaga Kerja AS pada Jumat.
Pekerja berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (3/1/2021). Bloomberg/Michael Nagle
Pekerja berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (3/1/2021). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat berakhir di zona merah pada perdagangan Kamis (9/6/2022) waktu setempat akibat kecemasan di Wall Street atas data inflasi utama AS yang akan dirilis pada hari ini.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (10/6/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 1,94 persen atau 638,11 poin ke 32.272,79, S&P 500 anjlok 2,38 persen atau 97,95 poin ke 4.017,82, dan Nasdaq tersungkur 2,75 persen atau 332,05 poin ke 11.754,23.

Investor bersiap untuk Indeks Harga Konsumen (CPI) terbaru Biro Statistik Tenaga Kerja AS pada Jumat karena mereka mencari petunjuk lebih lanjut tentang seberapa agresif Federal Reserve akan meningkatkan suku bunga.

Rilis CPI diproyeksikan menunjukkan inflasi bertahan pada Mei 2022. Ekonom konsensus memperkirakan inflasi utama akan naik pada tingkat tahunan 8,3 persen untuk Mei, setara dengan angka April, dan sebesar 5,9 persen yang tidak termasuk harga makanan dan energi.

Penurunan pasar saham juga mengikuti data pasar tenaga kerja yang mengecewakan sebelum pembukaan dan konfirmasi dari Bank Sentral Eropa tentang niatnya untuk menaikkan suku bunga bulan depan.

Pengajuan mingguan untuk asuransi pengangguran mencapai 229.000 minggu lalu, terbesar sejak Januari 2022.

Sementara itu, harga minyak sedikit mundur tetapi bertahan di atas US$120 per barel, dan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik tipis menjadi 3,06 persen, melampaui level 3 persen yang ditembus treasury AS awal pekan ini untuk pertama kalinya sejak awal Mei 2022.

Investor terus mencari petunjuk tentang bagaimana perekonomian berjalan di tengah kondisi keuangan yang lebih ketat dan seberapa agresif siklus kenaikan suku bunga Federal Reserve sebelum potensi jeda.

Pejabat bank sentral telah mengambil isyarat dari pasar tenaga kerja pada tempo kenaikan suku bunga karena melawan inflasi, dengan kebijakan yang bertujuan mendinginkan permintaan tenaga kerja cukup untuk tidak mendorong tingkat pengangguran terlalu tinggi.

"Satu hal yang pasti, pengangguran tidak punya tujuan selain naik dengan inflasi yang meningkatkan biaya untuk setiap perusahaan di seluruh negeri dan langkah-langkah pengendalian biaya harus diterapkan yang kemungkinan akan membebani tenaga kerja,” kata Kepala Ekonom FWDBONDS Christopher S. Rupkey.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg/Yahoo Finance
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper