Bisnis.com, JAKARTA – Jatuhnya pasar kripto selama minggu ini mencuri perhatian dunia investasi. Bahkan menurut dunia cryptocurrency itu sendiri, gejolak tersebut adalah pekan yang lumayan bikin stress.
Mengutip Bloomberg, Jumat (13/5/2022), drama di pasar kripto dimulai saat stablecoin algoritmik TerraUSD jatuh dari pasak (peg) dolarnya ketika mekanisme kompleks yang dirancang untuk memastikan tautan tiba-tiba berbalik melawannya. Ini menyedot berbagai aset kripto bahkan aset digital terbesar ke dalam pusaran panic selling investor. Istilah-istilah seperti ‘death spiral’ masuk ke percakapan investor kripto sehari-hari.
Pada pertengahan minggu ini, gejolak tersebut secara singkat menyeret stablecoin Tether senilai US$80 miliar, raksasa pasar dan penggerak utama dalam banyak transaksi, mendorong penerbitnya meyakinkan investor bahwa semuanya baik-baik saja.
Produk yang diperdagangkan di bursa terkait dengan kripto juga terkena pukulan telak, yang tercermin dari anjloknya koin Luna yang bermasalah turun 99 persen dalam satu hari.
Pada hari ini, Jumat (13/5/2022), suasana tenang telah kembali untuk aset kripto. Tetapi dampak yang terasa masih curam, dengan sekitar US$270 miliar atau setara Rp3.952 triliun nilai pasar aset kripto hilang, menurut CoinMarketCap. Alhasil pekan ini adalah minggu paling fluktuatif untuk Bitcoin sejak Oktober 2021.
Lantas pertanyaan berikutnya adalah: Apa sudut lain dari dunia kripto yang mungkin segera terungkap dan menyebabkan kehancuran pasar seperti ini?
Baca Juga
“Apa yang telah kami pelajari dari data-data yang terkumpul [post-mortem] adalah pelajaran penting dan vital saat kita melangkah maju,” kata Mati Greenspan, pendiri perusahaan riset crypto Quantum Economics, menulis dalam buletin yang diterbitkan Kamis malam.
Meskipun sempat melonjak sebanyak 8,4 persen pada Jumat, Bitcoin masih turun 11 persen selama lima hari terakhir, sedangkan koin Ether telah melemah 20 persen. Adapun sejumlah altcoin yang lebih kecil terkena pukulan yang lebih besar.
Sementara Luna, token yang seharusnya membantu TerraUSD mempertahankan pasaknya, telah kehilangan hampir semua nilainya.
Saat kekacauan di sekitar TerraUSD (UST) semakin dalam, blockchain Terra yang menopangnya berhenti memproses transaksi untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari sehari.
Terraform Labs mengatakan dalam sebuah tweet dari akun terverifikasi mereka bahwa validator, entitas yang bertanggung jawab untuk memverifikasi transaksi di blockchain, mengambil langkah untuk membuat rencana menyusun kembali jaringan Terra.
“Kami terkejut melihat platform sebesar Terra ditutup. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia stablecoin terlihat mengkhawatirkan,” kata Mihir Gandhi, mitra di PwC dan pemimpin bisnis transformasi pembayaran di India.
Stablecoin yang lebih tradisional seperti Tether, USDC, dan Binance USD, yang mengacu pada dolar dan cadangan lainnya untuk mendukung pasak mereka, diperdagangkan setara dengan greenback pada Jumat. Ini menunjukkan keruntuhan UST belum mengikis kepercayaan pada token tersebut. Namun regulator telah mencatat drama stablecoin ini dan berjanji untuk meningkatkan pengawasan.
Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, korelasi 40 hari Bitcoin dengan indeks Nasdaq 100 saat ini berada di level 0,82, mendekati rekor. Korelasi 1 menunjukkan bahwa dua aset diperdagangkan secara serempak, sedangkan posisi -1 berarti mereka berdagang dengan cara yang berlawanan.
Keterkaitan yang lebih erat dengan pasar saham telah mematahkan argumen bahwa aset kripto adalah diversifikasi yang baik pada saat kondisi pasar saham di bawah tekanan. Yang terjadi saat ini justru sebaliknya, kripto dibuang bersama dengan kelas aset lainnya dalam lingkungan pengetatan kebijakan moneter bank sentral.