Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah telah melakukan lelang tambahan (greenshoe option) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada Rabu (20/4/2022).
Hasilnya, total penawaran yang masuk senilai Rp1,24 triliun untuk lima seri SBSN yang merupakan project based sukuk (PBS).
Lelang tambahan ini merupakan tindak lanjut dari lelang SBSN pada Selasa (19/4/2022) kemarin. Hasil lelang tambahan menunjukkan hanya tiga dari lima seri yang diambil oleh pemerintah, yakni PBS030, PBS029, dan PBS033.
Sebelumnya, Head of Research & Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie mengatakan, kondisi pasar lelang sukuk dipengaruhi oleh ekspektasi risiko yang meningkat. Hal ini tercermin dari peningkatan indikator credit default swap atau CDS 5 tahun Indonesia.
Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, credit default swap 5 tahun Indonesia per 19 April 2022 ada di level 100,59. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 1,68 persen.
Menurut Roby, kenaikan persepsi risiko ini didorong oleh sentimen tren kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS atau US Treasury dan ekspektasi pengetatan moneter the Fed yg lebih agresif.
Baca Juga
“Faktor musiman menjelang lebaran diperkirakan juga berpengaruh dikarenakan adanya kebutuhan likuiditas di masyarakat untuk kebutuhan lebaran,” katanya.
Meski demikian, menurutnya prospek lelang sukuk pada kuartal II/2022 masih cukup baik. Ia mengatakan, sentimen yang akan mempengaruhi prospek lelang masih seputar normalisasi kebijakan moneter AS, perkembangan geopolitik Rusia dan Ukraina, serta pertumbuhan ekonomi domestik.
Berikut hasil lelang tambahan yang dilaksanakan pada Rabu (20/4/2022):
Jatuh Tempo | Penawaran Masuk | Jumlah Dimenangkan | Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan | |
PBS031 | 15 Juli 2024 | - | - | - |
PBS032 | 15 Juli 2026 | - | - | - |
PBS029 | 15 Maret 2034 | Rp0,6 triliun | Rp0,6 triliun | 6,65%
|
PBS030 | 15 Juki 2028 | Rp0,042 triliun
| Rp0,042 triliun | 6,05% |
PBS033 | 15 Juni 2047 | Rp0,6 triliun | Rp0,6 triliun | 6,88% |
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan