Bisnis.com, JAKARTA – Pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dinilai masih tetap atraktif sepanjang kuartal II/2022 meski dibayangi sejumlah sentimen negatif
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menuturkan, kondisi pasar SUN Indonesia masih akan tertekan pada kuartal II/2022. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sentimen-sentimen dari eksternal seperti konflik Rusia -Ukraina yang tak kunjung berakhir.
Selain itu, pernyataan The Fed yang masih berniat menaikkan suku bunga lebih lanjut juga dapat menekan pasar obligasi Indonesia. Ia menuturkan, pergerakan di pasar SBN tidak terlepas dari perkembangan suku bunga global, terutama The Fed di AS.
Kenaikan suku bunga global akan berimbas pada pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia.
“Selain itu, investor asing akan cenderung memilih obligasi AS dibandingkan Indonesia karena risiko yang cenderung minim,” jelasnya saat dihubungi, Senin (4/4/2022).
Meski demikian, Ramdhan meyakini pasar SBN Indonesia masih cukup menarik di mata investor. Menurutnya, SBN Indonesia masih menjadi salah satu intrumen yang atraktif dari sisi return mengingat ketahanan pasar obligasi Indonesia dari sejumlah sentimen.
Baca Juga
“SBN kita terutama dicari oleh pengelola dana yang menginginkan resiliensi yang optimal. Selain itu, investor institusi yang mengharapkan retun moderat dan risiko yang minim pasti akan mencari SBN,” jelasnya.
Ramdhan menambahkan, ketahanan pasar SBN Indonesia salah satunya ditopang oleh likuiditas domestik yang masih melimpah. Hal ini sekaligus menjadi katalis positif yang menekan pelemahan yield SUN Indonesia.
Menurutnya, pergerakan yield SUN Indonesia pada kuartal II/2022 tidak akan berbeda jauh dengan kuartal I/2022.
Seiring dengan hal tersebut, Ramdhan menuturkan investor masih akan memilih SUN bertenor pendek. Hal tersebut sejalan dengan fluktuasi pergerakan pasar yang masih berpotensi meningkatkan risiko investasi di obligasi Indonesia.
“Imbal hasil SUN Indonesia kemungkinan tidak akan bergerak melemah signifikan karena saat ini didominasi oleh domestik. Potensi kembalinya investor asing juga masih terbuka karena yield SUN kita masih sangat menarik,” pungkasnya.
Sementara itu, Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menjelaskan pada kuartal I/2022, pemerintah berhasil menyerap Rp202,3 triliun dari lelang SBN, atau setara dengan 96,69% dari target. Secara rata-rata, pemerintah berhasil menyerap lelang sebanyak Rp15,56 triliun per lelang.
Ia memaparkan, realisasi yang lebih rendah dibandingkan target didorong oleh sentimen global, seperti The Fed dan juga perang Rusia-Ukraina, yang menurunkan risk-appetite dari para investor, terutama investor asing.
“Hal ini juga terbukti dari net sell dari para investor asing senilai US$2,58 miliar di pasar obligasi,” jelasnya.
Josua meyakini serapan SBN pada kuartal II/2022 akan tercapai. Pada kuartal II, pemerintah menargetkan Rp154 triliun untuk semua lelang SBN, atau menargetkan secara rata-rata Rp14 triliun per lelang.
Dari kondisi perekonomian global terbaru, ia memprediksi permintaan investor pada lelang akan relatif rendah di awal kuartal II. Sehingga, pemerintah memerlukan lelang tambahan atau green shoe option (GSO) di beberapa lelang bulan April, untuk menutupi target indikatif.
“Namun, di bulan Mei-Juni, kami perkirakan tensi mulai mereda, dan efek dari kebijakan Fed mulai berkurang, sehingga risk-appetite dari investor kembali meningkat, sehingga mampu menutupi target di bulan April,” katanya.