Bisnis.com, JAKARTA – Likuiditas pasar domestik akan menjadi katalis utama yang menopang pasar Surat Utang Negara (SUN) pada kuartal II/2022 ditengah masih tingginya ketidakpastian global.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto memaparkan, minat investor terhadap obligasi pemerintah Indonesia masih cukup baik meski penyerapan SUN pada kuartal I/2022 dibawah target.
Ia memaparkan, penyerapan SUN yang kurang maksimal utamanya disebabkan oleh ketidakpastian global akibat potensi kenaikan suku bunga dan tensi geopolitik. Hal tersebut membuat penyerapan obligasi dalam beberapa edisi lelang terakhir cenderung menurun.
“Memang berada dibawah target, tetapi dari sisi kebutuhan pasti pemerintah akan menyesuaikan. Pengadaan lelang tambahan dan penawaran global bond merupakan salah satu strategi pemerintah mencari pembiayaan utang selain dari lelang,” jelasnya Ramdhan.
Ramdhan menuturkan, kondisi pasar SUN Indonesia masih cenderung tertekan pada kuartal mendatang. Hal ini disebabkan oleh sentimen-sentimen dari eksternal seperti konflik Rusia -Ukraina yang tak kunjung berakhir.
Selain itu, potensi kenaikan suku bunga The Fed lebih lanjut juga dapat menekan pasar obligasi Indonesia. Ia menuturkan, pergerakan di pasar SBN tidak terlepas dari perkembangan suku bunga global, terutama The Fed di AS.
Baca Juga
Kenaikan suku bunga global akan berimbas pada pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia. Selain itu, investor asing akan cenderung memilih obligasi AS dibandingkan Indonesia karena risiko yang cenderung minim. Di sisi lain, likuiditas domestik yang masih melimpah akan menjadi katalis positif yang menekan pelemahan yield SUN Indonesia.
Menurutnya, pergerakan yield SUN Indonesia pada kuartal II/2022 tidak akan berbeda jauh dengan kuartal I/2022. Seiring dengan hal tersebut, Ramdhan menuturkan investor masih akan memilih SUN bertenor pendek. Hal tersebut sejalan dengan fluktuasi pergerakan pasar yang masih berpotensi meningkatkan risiko investasi di obligasi Indonesia.
“Imbal hasil SUN Indonesia kemungkinan tidak akan bergerak melemah signifikan karena saat ini didominasi oleh domestik. Potensi kembalinya investor asing juga masih terbuka karena yield SUN kita masih sangat menarik,” pungkasnya.
Sementara itu, Chief Investment Officer Star AM Susanto Chandra mengatakan, kondisi pasar SUN Indonesia sepanjang kuartal I/2022 cenderung melemah. Hal tersebut terlihat dari peningkatan imbal hasil (yield) yang terjadi sepanjang Januari – Maret 2022.
Berdasarkan data dari World Government Bonds, tingkat imbal hasil SUN Indonesia seri acuan 10 tahun cenderung melemah sepanjang periode Januari hingga akhir Maret 2022. Tingkat yield SUN terendah pada periode tersebut terjadi pada 3 Januari lalu di kisaran 6,37 persen.
Selanjutnya, imbal hasil SUN Indonesia bergerak pada kisaran 6,5 persen – 6,8 persen pada Februari – Maret. Yield SUN Indonesia sempat mencapai posisi tertingginya pada tahun ini di 6,89 persen pada 8 Maret 2022.
“Pelemahan yield SUN Indonesia mengikuti peningkatan imbal hasil obligasi AS sehubungan dengan ekspektasi peningkatan suku bunga The Fed dan ekspektasi peningkatan laju inflasi,” jelasnya.
Perkembangan pasar obligasi Indonesia pada kuartal II/2022 salah satunya akan dipengaruhi oleh faktor makro ekonomi di indonesia. Ia mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia yang kondusif akan berdampak positif terhadap pergerakan imbal hasil (yield) SUN.
Selain itu, laju inflasi serta tingkat suku bunga di negara lain, terutama AS, juga menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi pasar obligasi di kuartal II/2022. Susanto melanjutkan, kondisi tersebut juga akan berdampak terhadap permintaan imbal hasil di pasar. Apabila laju inflasi di indonesia lebih tinggi dari perkiraan, maka pasar kemungkinan besar akan meminta yield yang lebih tinggi.
“Peningkatan suku bunga di negara-negara lain yang lebih cepat dari ekspektasi juga akan memicu pasar meminta imbal hasil lebih besar mengingat risiko yang juga ikut meningkat,” jelasnya.
Dia menuturkan, pada kuartal II/2022 mendatang, kondisi pasar SUN Indonesia belum akan berubah signifikan dibandingkan dengan kuartal I/2022. SUN dengan tenor pendek masih akan menjadi pilihan para investor mengingat potensi kenaikan suku bunga di berbagai negara.