Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terpantau menguat pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (23/3/2021).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka menguat 6,5 poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.341,50 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar AS terpantau melemah 0,04 persen di posisi 98,4540.
Selain rupiah, beberapa mata uang lain di kawasan Asia terpantau menguat diantaranya won Korea Selatan naik 0,36 persen, peso Filipina naik 0,17 persen, dolar Singapura naik 0,04 persen, dan dolar Taiwan naik 0,03 persen terhadap dolar AS..
Di sisi lain, yen Jepang justru melemah 0,26 persen, rupee India melemah 0,07 persen, dan yen China melemah 0,05 persen terhadap dolar AS.
Sebelumnya Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp14.280–Rp 14.420 per dolar AS.
Sementara itu, dolar AS bergerak melemah tipis pada perdagangan hari ini, setelah kemarin juga ditutup terkoreksi. Hal ini disebabkan oleh memudarnya sentimen dari komentar Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell.
Baca Juga
Pada Selasa (22/3/2022), Presiden Fed St. Louis, James Bullard mengulangi seruannya agar The Fed bergerak agresif di Bloomberg TV. Presiden Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan dia yakin risiko utama bagi perekonomian adalah memburuknya inflasi yang sudah tinggi karena harga minyak naik akibat konflik di Ukraina dan gangguan dalam rantai pasokan dari penanggulangan Covid-19 China.
Para pedagang memperkirakan peluang 61,6 persen untuk kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin pada pertemuan Fed Mei, menurut FedWatch CME, naik dari 50 persen pekan lalu.
Setelah komentar Powell, Goldman Sachs sekarang mengantisipasi bank sentral akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan Mei dan Juni.
Investor berada dalam suasana risk-on karena saham-saham AS naik dan mengurangi daya tarik mata uang safe-haven greenback, dengan ekuitas mendapatkan dorongan dari saham-saham bank di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga Fed.
"Dolar didukung dengan baik oleh sikap suku bunga The Fed yang semakin hawkish tetapi turun dari puncaknya, selera risiko ada hubungannya dengan itu, dengan saham yang lebih tinggi yang menahan kenaikan dolar," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions di Washington, dikutip Antara, Rabu (23/3).