Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mengakhiri kebersamaannya dengan PT Petrosea Tbk. (PTRO) dan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS), PT Indika Energy Tbk. (INDY) tidak ingin berlarut-larut. Emiten batu bara tersebut mulai bergerak lincah menjajaki peluang diversifikasi ke lini-lini usaha baru.
Salah satunya dilakukan pekan lalu, seiring keputusan INDY berinvestasi di perusahaan periklanan digital PT Narada Sahara Kencana (ADX).
Penyertaan modal dilakukan pada 1 Maret 2022 melalui sejumlah mekanisme transaksi.
1. Aksi Lincah Grup Indika (INDY) Usai Lepas PTRO & MBSS
Pertama, penyertaan dilakukan melalui konversi atas surat utang milik Indika Ventures berdasarkan perjanjian penyertaan surat utang wajib konversi tertanggal 24 April 2020 sebesar Rp8 miliar menjadi 12,5 persen saham di ADX.
Kedua, penyertaan atas saham baru yang diterbitkan oleh ADX sebesar Rp7,5 miliar yang setara dengan 10 persen saham di ADX.
Lantas, bagaimana masa depan INDY usai transaksi investasi tersebut?
Cerita lanjutannya dapat Anda baca di sini.
2. Importir India Mulai Kewalahan Beli CPO
Para pembeli minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya asal India mulai kewalahan untuk melakukan impor komoditas tersebut. Harga yang terus meroket menjadi alasannya.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Senin (3/7/2022) para importir asal India telah memulai proses pembatalan pembelian CPO sejak pekan lalu.
Salah satu perusahaan pedagang dan perantara produk CPO asal India yakni Sunvin Group bahkan telah melakukan pembatalan pembelian CPO sebanyak 100.000 ton hanya dalam sepekan.
“Kami tidak bisa membeli dengan harga saat ini. Kehancuran permintaan sedang terjadi," ujar CEO Sunvin Group Sandeep Bajoria.
Kisah lanjutan tentang kondisi pelik tersebut dapat Anda baca di sini.
3. Emiten yang Untung dan Buntung dari Rekor Harga Batu Bara
Bukan cuma CPO, lonjakan harga komoditas lain termasuk batu bara juga menjadi keluhan utama seiring mendidihnya tensi konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
Pagi ini, mahar batu bara untuk pengiriman Maret telah mencapai US$418,5 per ton. Level harga ini mendaki 377,21 persen dalam setahun terakhir (year-on-year/yoy).
Rekor diperkirakan para pakar masih mungkin berlanjut. Apalagi, Gedung Putih dikabarkan sedang membahas embargo minyak mentah Rusia. Embargo ini akan memberikan efek domino terhadap harga-harga komoditas, tidak kecuali batu bara.
Lantas, siapa yang akan diuntungkan dan dirugikan?
Selengkapnya dapat Anda simak di artikel ini.
4. Menilik Jejak Investasi Triliunan Rupiah di Balik Suntik Mati Jaringan 3G
Rencana pemadaman jaringan 3G meninggalkan jejak investasi triliunan rupiah yang telah dijalin operator seluler di Indonesia hingga beberapa tahun ke depan.
Sejumlah operator seluler seperti PT XL Axiata Tbk, Indosat Ooredoo Hutchison, dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) telah menggaungkan niatnya untuk melakukan suntik mati terhadap jaringan generasi ketiga pada tahun ini.
Padahal, investasi yang digelontorkan untuk membangun jaringan yang memiliki nama lain Universal Mobile Telecommunication Service (UMTS) ini tidak sedikit. Sebagian bahkan masih diagendakan berlangsung hingga beberapa tahun ke depan.
Pembahasan selengkapnya dapat dibaca pada artikel ini.
5. Janji Manis Agung Sedayu Bawa PANI ke Medan Perang Properti
Usai mengakuisisi emiten pengalengan PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk. (PANI) lewat PT Multi Artha Pratama (MAP), Grup Agung Sedayu dan mitranya mulai menebar janji manis. Konglomerasi properti tersebut menyatakan bahwa pada 2022 ini saja, PANI akan mengejar target kenaikan pendapatan sekurang-kurangnya 100 persen.
Bagimana langkah Agung Sedayu Group merealisasikan ini? Selengkapnya bacadi sini