Bisnis.com, JAKARTA - Kedatangan calon emiten grup BUMN, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dianggap memiliki prospek bisnis yang baik. Namun, saat berhadapan dengan pasar modal, sejumlah sentimen tetap mesti diperhatikan.
Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menjelaskan secara bisnis dapat dikatakan geothermal atau panas bumi merupakan bisnis baru di mata investor.
"Termasuk juga di dunia industri dimana industri energi baru terbarukan [EBT] ini termasuk industri baru yang saat ini sedang dikembangkan untuk masa depan," paparnya kepada Bisnis, Jumat (14/1/2022).
Menurutnya, dengan asumsi semua industri paham dan mengerti akan pentingnya beralih ke EBT sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan batubara, maka penggunaan geothermal dapat menjadi salah satu pilihan yang memiliki prospek baik.
Kendati demikian, Reza menergaskan jika terkait dengan sentimen saham PGE kembali ke berbagai faktor yang meliputi aksi initial public offering (IPO) tersebut.
"Ada faktor sentimen, persepsi, underwriter, hingga pihak-pihak tertentu yang memperdagangkan saham tersebut. Faktor-faktor ini tak bisa dihilangkan dalam konteks IPO ini," urainya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian BUMN menargetkan dapat melakukan penawaran umum perdana saham atau IPO PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) pada semester I/2022.
Target dana yang ingin dicapai antara US$400 juta-500 juta atau setara Rp5,72 triliun-Rp7,15 triliun (estimasi kurs Rp14.300).
Wakil Menteri BUMN II Pahala Nugraha Mansury menjelaskan Indonesia tengah meningkatkan penggunaan sumber daya energi baru terbarukan (EBT).
Salah satu yang paling mudah dikembangkan yakni menggunakan geothermal, sehingga guna memaksimalkan potensi yang ada, Kementerian BUMN bakal melakukan IPO PGE guna mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
"Kami harus kembangkan ground field, menurut kami geothermal punya potensi untuk dikembangkan, salah satu yang ingin kami kembangkan mengIPO-kan PGE ini," urainya.
Indonesia terangnya, sudah memiliki 1.900 megawatt pembangkit listrik berbasis EBT. Terdapat 672 megawatt yang diproduksi oleh Pertamina Geothermal Energy.
Dari pembangkit tenaga listrik yang sudah ada ini, terangnya, perlu meningkatkan kapasitasnya, karena menjadi yang paling utama dan paling mudah dikembangkan melalui optimalisasi yang sudah dimiliki.