Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan jadwal penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel untuk tahun 2022.
Berdasarkan unggahan pada akun Instagram Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan pada Kamis (13/1/2022), pemerintah akan menerbitkan tujuh seri SBN Ritel pada tahun ini.
SBN ritel pertama yang akan diluncurkan adalah Obligasi Ritel Indonesia seri ORI021 yang penawarannya dimulai pada 24 Januari hingga 17 Februari mendatang.
Setelah ORI021, pemerintah akan merilis sukuk ritel (SR) seri SR016 pada 25 Februari hingga 16 Maret 2022. Menyusul SR016, Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) seri SWR003 akan dipasarkan pada periode 1 April - 2 Juni.
Selanjutnya, pemerintah akan meluncurkan Saving Bond Ritel (SBR) pada periode 23 Mei - 16 Juni mendatang.
Kemudian pada 19 Agustus sukuk ritel seri SR017 akan mulai ditawarkan. Menurut jadwal tersebut, masa penawaran SR017 akan dibuka hingga 14 September. Kemudian, pemerintah akan kembali memasarkan SBN Ritel jenis ORI dengan seri ORI022 pada 26 September - 20 Oktober.
Baca Juga
Seri terakhir yang akan ditawarkan pada tahun 2022 adalah sukuk tabungan seri ST009 pada 28 Oktober hingga 16 November 2022.
Sebelumnya, Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana meyakini, prospek SBN ritel pada tahun depan masih sangat positif. Menurutnya, target pemerintah sebesar Rp 100 triliun dapat tercapai.
Salah satu sentimen positif yang akan mempengaruhi minat dan serapan SBN ritel pada tahun depan adalh outlook pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan, dengan pemulihan ekonomi yang lebih baik, maka daya beli masyarakat juga akan ikut membaik.
“Dengan kesadaran investasi yang juga meningkat serta disposable income yang lebih tinggi, masyarakat akan punya uang lebih banyak untuk diinvestasikan sehingga dari sisi minat juga tetap terjaga,” jelasnya.
Sentimen lain yang membuat SBN ritel akan tetap dilirik investor adalah potensi return yang didapatkan. Menurutnya, bila dibandingkan dengan deposito, SBN ritel masih lebih unggul baik dari sisi return maupun imbal hasil (yield).
Daya tarik obligasi ritel juga ditambah dengan pajaknya yang rendah. Pada tahun ini, pemerintah telah menurunkan pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi dari 15 persen menjadi 10 persen. Dengan penurunan pajak tersebut, maka potensi return yang akan didapatkan oleh investor ritel akan cenderung lebih besar dibandingkan dengan instrumen sejenis.
Lebih lanjut, Fikri juga mengimbau masyarakat perlu memperhatikan beberapa hal sebelum memutuskan untuk membeli SBN ritel. Pertama, adalah sifat SBN ritel yang terbagi menjadi dapat diperdagangkan (tradeable) dan tidak dapat diperdagangkan (non-tradeable).
Menurutnya, hal ini amat penting bila nantinya investor memutuskan untuk kembali menjualnya sebelum masa jatuh tempo berakhir. Ia mengatakan, SBN ritel yang non tradeable akan memiliki likuiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan SBN ritel yang dapat diperdagangkan.
Selain itu, potensi kenaikan inflasi tahun depan juga perlu diperhatikan oleh investor ritel. Pasalnya, menguatnya inflasi akan berimbas pada prospek kenaikan suku bunga acuan. Hal ini akan menimbulkan risiko refinancing dari pemerintah.