Bisnis.com, JAKARTA - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel mengantongi kontrak backlog sewa menara telekomunikasi sekitar Rp30,7 triliun hingga tahun 2030. Perseroan pun masih berencana melakukan akuisisi guna menjadi raja menara.
Chief Investment Officer Mitrate Hendra Purnama menjelaskan sebagai perusahaan penyedia infrastruktur menara telekomunikasi terdepan, Mitratel mencatat pertumbuhan pendapatan 17 persen dan EBITDA meningkat 36 persen setiap tahun.
Anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) ini memilki 28.030 menara dan 42.016 penyewa. Perseroan disebut punya sejumlah keunggulan dibandingkan dengan provider menara lainnya. Selain terdapat backlog kontrak, cakupan menara Mitratel berada di seluruh nusantara dengan 57 persen di luar Jawa.
"Luasnya cakupan wilayah tersebut membuat Mitratel dapat mengelola kerja sama tambahan dari para penyewa menara telekomunikasi. Lebih dari itu, Mitratel dianggap paling siap melayani ekspansi operator di luar Jawa yang meningkatkan portofolio kolokasi," kata dia dalam Webinar "Bedah Saham MTEL" yang dilaksanakan oleh Emtrade pada Jumat (26/11).
Menurut Hendra, Mitratel memegang kualitas penyewa terbaik dengan Telkomsel sebagai anchor tenant dengan 50 persen revenue share. Adapun revenue share dengan operator terbesar yakni Telkomsel, XL, dan Indosat mencapai 85 persen. Sinergi dengan Telkom Group juga menjadi salah satu keunggulan Mitratel.
Ke depan, Mitratel siap melakukan ekspansi dengan menyediakan solusi infrastruktur digital secara lengkap, yaitu Penyewaan Towerco, Solusi TowerCo yang siap dimulai pada tahun 2022, dan Solusi InfraCo yang akan digarap pada tahun 2023, seiring perkembangan jaringan 5G yang akan mendorong bisnis menara terus tumbuh. Pasalnya, kebutuhan jaringan akan membesar dan membuat pemain menara terus berekspansi.
Baca Juga
Hendra mengemukakan, Mitratel menyiapkan empat pilar utama untuk memperkuat posisi sebagai pemimpin dalam bisnis menara.
“Mitratel memiliki potensi pertumbuhan organik yang pesat dalam jangka panjang. Ini seiring masih besarnya potensi penyewaan menara telekomunikasi di Indonesia,” katanya.
Empat pilar itu, menurut Hendra, pertama, Mitratel leading dalam pengembangan bisnis organik, yaitu build-to-suit dan kolokasi baru dari operator seluler dengan menambah kapasitas dan coverage. Mitratel memiliki diferensiasi melalui kemampuan eksekusi B2S yang lebih unggul daripada yang lain. Mitratel mampu memanfaatkan sebaran menara di Nusantara untuk kolokasi dari tenan baru di area urban dan rural.
Kedua, Mitratel disebut memimpin dalam pengembangan bisnis anorganik, yaitu menjaga kekuatan pada balance sheet dan arus kas untuk akuisisi menara yang prospektif, konsolidasi portofolio aset menara di Telkom Group, dan mengakuisisi operator menara sebagai bagian dari konsolidasi industri untuk bisnis yang lebih sehat.
Ketiga, Mitratel melakukan perluasan bisnis dengan layanan baru, yaitu mengembangkan layanan infrastruktur digital sesuai dengan kebutuhan operator seluler, mengoptimalkan kapasitas dari jaringan fiber Telkom, dan kerjasama B2B yang strategis dan terintegrasi dengan bisnis menara.
Dengan perusahaan fiber, Mitratel juga membangun jaringan fiber untuk menara yang belum fiber-ready, memfasilitasi layanan IoT sebagai infrastructure-enabler untuk pelanggan non-operator seluler, dan ekspansi small cells dan infrastructure solutions mengantisipasi kebutuhan 5G di Indonesia.
Keempat, Mitratel terus meningkatkan efisiensi operasional, yaitu implementasi efisiensi biaya operasi untuk meningkatkan profitabilitas, menjaga batas biaya dalam perpanjangan sewa lahan dan melakukan inisiasi awal dengan landlord dalam negosiasi perpanjangan untuk mengoptimasi biaya atas sewa lahan.
Tak lupa, Mitratel juga mengurangi capex pemeliharaan dan memprioritaskan biaya pemeliharaan yang bersifat preventif, serta meningkatkan efisiensi operasional melalui integrasi dengan sistem IT.