Bisnis.com, JAKARTA - Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) mengungkapkan masih mungkin terjadi penurunan harga tes PCR setelah pemerintah menetapkan harga tertinggi sebesar Rp275.000 dan Rp300.000.
Direktur Utama Bio Farma Honesti M. Basyir mengungkapkan masih ada celah menurunkan harga tes PCR. Harga tes PCR saat ini ditetapkan maksimal sebesar Rp275.000 di wilayah Jawa dan Bali, untuk di luar wilayah tersebut sebesar Rp300.000.
"Ada exercise masih ada celah untuk turun, contohnya produk biosaliva [tes PCR menggunakan air liur] itu menurunkan biaya di APD karena tidak perlu APD, bisa dilakukan massal, dapat volume bisa turunkan harga, belum detil itu. Di sisi lain, ada biaya tak bisa turun, seperti biaya tenaga kesehatan," urainya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Selasa (9/11/2021).
Bio Farma meyakini biaya tes PCR masih dapat ditekan dari harga tersebut. Adapun, terkait besaran persentasi yang turun masih butuh penghitungan lebih lanjut terutama terkait kapasitas produksi.
Struktur biaya terbesar berasal dari komponen reagen lantaran proses biaya produksi dan bahan baku sebesar 55 persen. Adapun, biaya lainnya yakni biaya operasional berkontribusi 16 persen terhadap struktur harga, biaya distribusi 14 persen, royalti 5 persen, margin Biofarma 10 persen.
Reagen tes PCR hasil pengembangan Bio Farma mBioCov-19 RT-PCR kit dengan harga terpublikasi dalam e-katalog sebesar Rp90.000 tanpa PPN. Harga e-Katalog yang tengah diajukan Rp81.000 belum termasuk PPN.
Baca Juga
Dengan beberapa upaya efisiensi Bio Farma telah menurunkan harga PCR kit tanpa PPN, dari Agustus 2020 sebesar Rp325.000, dan harga Oktober 2021 Rp90.000.
Harga e-katalog yang masih tayang saat ini Rp193.000 termasuk PPN yang tayang sejak Februari 2021, saat ini sedang dalam proses pengajuan harga baru menjadi Rp89.100 termasuk PPN.
Lebih lanjut, dari 16 juta tes PCR yang dilakukan secara nasional, penggunaan reagen Bio Farma berkontribusi 40,5 persen dari keseluruhannya.
Produk yang dibuat oleh reagen Bio Farma holding tersebut, berkontribusi terhadap 31--34 persen dari harga layanan PCR yang ditetapkan masyarakat.
Komponen terbesar dalam layanan PCR yakni harga reagen utama yang sebesar 45 persen dengan rincian reagen mBioCov-19 25 persen, VTM 6 persen dan RNA 14 persen.
Sementara itu, kebutuhan penunjang berkontribusi 39 persen, dengan rincian BMHP 11 persen, APD 11 persen, Nakes 7 persen, operasional 9 persen.
Dengan demikian total biaya sebesar 84 persen dari harga tertinggi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan di Jawa dan Bali sebesar Rp275.000. Sisanya, terdapat margin 9 persen sehingga harga layanan khususnya di jaringan Biofarma sebesar 93 persen dari harga eceran tertinggi yang sudah ditentukan.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima mengungkapkan BUMN Farmasi bisa memberikan harga PCR serendah mungkin. Penurunan harga PCR dan antigen dampaknya bisa menggerakkan aktivitas ekonomi dan sosial lain.
Dalam kesimpulan RDP tersebut, DPR mendesak holding BUMN farmasi, baik Bio Farma, Kimia Farma, Indo Farma, dan Phapros mengupayakan harga PCR dan antigen yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Dengan harga PCR dan antigen terjangkau dapat menggerakan ekonomi di bidang transportasi, akomodasi, dan pariwisata serta aktivitas lainnya," urainya.
Selain itu, DPR mendesak holding BUMN farmasi melakukan riset dan pengembangan obat Covid-19 serta produksi obat-obatan vitamin atau kebutuhan medis lainnya dalam mengantisipasi lonjakan Covid-19 gelombang ketiga supaya tidak terjadi kelangkaan seperti sebelumnya.
Dalam catatan kesimpulan rapat, Fraksi Partai Golkar melalui Nusron Wahid (A-302) mengusulkan RDP dengan KPPU guna melakukan pemeriksaan dan penyelidikan harga PCR untuk menyelidiki penyebab harga PCR mahal atas dasar transparansi dan akuntabilitas.
"Kami meminta diagendakan supaya KPPU melakukan pemeriksaan dan penyelidikan, diduga ada praktek usaha tidak sehat dan monopoli di situ, yang jelas bukan BUMN karena BUMN menguasai 20-22 persen spesimen yang beredar, atau ada dancing memanfaatkan momentum panic buying," kata Nusron.
Komisi VI DPR menilai harga tes PCR seharusnya dapat ditekan hingga rentang Rp100.000-Rp200.000.