Bisnis.com, JAKARTA – Emiten dengan potensi delisting kemungkinan kesulitan membeli kembali seluruh saham publik akibat ekuitas yang negatif.
Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan emiten yang berpotensi delisting akan sulit memenuhi aturan POJK No. 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, Bursa dapat melakukan delisting Perusahaan Tercatat. Pasalnya banyak emiten yang memiliki ekuitas minus.
“Iya, bagaimana diwajibkan jika perusahaan yang delisting itu ekuitasnya negatif dan tidak memiliki saldo kasnya lagi,” katanya kepada Bisnis pada Selasa (28/9/2021).
Budi menegaskan emiten yang bermasalah dengan going concern usaha perseroan, hampir dipastikan tidak akan mampu untuk membeli seluruh saham publik. Oleh sebab itu, dia menilai beleid yang diterbitkan oleh regulator tidak realistis.
Menurutnya yang saat ini perlu dilakukan adalah pengetatan kriteria pencatatan. Dengan begitu kecil kemungkinan terjadinya permasalah serupa bisa dihindari pada kemudian hari.
Sebagai informasi, kini emiten berpotensi delisting dipenuhi oleh sektor properti. Bisnis mencatat setidaknya ada 8 perusahaan dalam status tersebut. Kedelapan emiten tersebut adalah PT Natura City Developments Tbk. (CITY), PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA), PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN), PT Rimo International Lestari Tbk. (RIMO), PT Hanson Internasional Tbk (MYRX), PT Hotel Mandarine Regency Tbk (HOME), PT Cowell Development Tbk (COWL), dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN).
Baca Juga
Budy berharap jumlah itu tidak akan bertambah sebab pandemi Covid-19 sampai saat ini masih berlangsung. Dia menilai emiten yang berada di zona merah adalah perhotelan, parawisata, travel, dan pembiayaan.
“Semoga [delisting] tidak bertambah lagi,” katanya.