Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup melesat pada akhir perdagangan Rabu (22/9/2021) waktu setempat. Investor merespons kebijakan Bank Sentral AS, Federal Reserve yang menginsyaratkan bahwa mereka kemungkinan segera mulai mengurangi program stimulus pembelian obligasi atau tapering.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (23/9/2021), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 1 persen ke 34.258,32, sementara S&P 500 naik 0,95 persen ke 4.395,64, sedangkan Nasdaq melejit 1,02 persen ke 14.896,85.
S&P 500 telah melonjak sebelumnya, naik untuk pertama kali dalam lima sesi perdagangan, karena kekhawatiran tentang kesengsaraan utang China Evergrande Group mereda. Indeks acuan naik 1 persen, kenaikan satu hari terbesar sejak Juli 2021.
Imbal hasil (yield) obligasi AS bertenor pendek turun sementara surat utang bertenor panjang naik tipis, meratakan kurva imbal hasil, setelah revisi perkiraan dot plot Fed untuk target Fed Funds Rate menunjukkan median 2022 sebesar 0,25 persen, naik dari sebelumnya 0,125 persen, sementara perkiraan suku bunga pada 2023 juga akan lebih tinggi.
Nada optimistis The Fed pada pemulihan ekonomi, dan proyeksi bahwa waktu proses tapering dari program pembelian aset sebagian besar akan sejalan dengan ekspektasi pasar, membantu mempertahankan reli pasar saham.
Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan kembali bahwa dia yakin ekonomi AS telah melampaui tujuan inflasi bank sentral, dan mengatakan laporan pekerjaan September yang cukup baik akan menunjukkan bahwa syarat pekerjaan The Fed untuk mulai tapering telah terpenuhi.
Baca Juga
Adapun banyak anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) juga mengajukan ekspektasi mereka tentang kapan suku bunga akan dinaikkan dari level mendekati nol saat ini. Setengah dari anggota FOMC memproyeksikan setidaknya kenaikan pertama berpotensi terjadi pada akhir 2022.
“Reaksi pasar dan investor benar-benar merupakan pemahaman dan keyakinan bahwa pada akhirnya, menaikkan suku bunga menunjukkan bahwa ada ekonomi yang kuat,” kata James Bruderman, Wakil Ketua Penasihat 1879, kepada Yahoo Finance.
Namun, lanjutnya, kebijakan itu bukan berarti bahwa suku bunga jangka panjang akan naik dalam semalam. Pihaknya memprediksi akan ada risiko penurunan yield obligasi dari level saat ini di masa mendatang tambahnya.
“Dari sudut pandang ekonomi, pasar saham siap untuk melakukan dengan sangat baik. Maksud saya, kita tidak akan melihat pertumbuhan PDB yang telah kita lihat hingga saat ini, tetapi kita tidak melihat alasan mengapa pertumbuhan PDB 3 persen, 2,5 persen selama tiga atau empat tahun berikutnya tidak dapat dipertahankan, dan kami pikir itu sangat kuat untuk pasar saham,” jelasnya.