Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Kembali Terbitkan Obligasi Global, Ekonom: Timing yang Tepat

Penerbitan obligasi global yang dilakukan pemerintah Indonesia dinilai tepat dari sisi waktu mengingat kondisi pasar saat ini yang kondusif.
Mata uang Euro/Istimewa
Mata uang Euro/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Pemerintah Indonesia untuk kembali menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi mata uang asing atau global bonds dinilai tepat. Hal ini seiring dengan kondisi perekonomian dan pasar obligasi domestik yang kondusif.

Pada awal pekan ini, pemerintah melakukan emisi Surat Utang Negara (SUN) Sustainable Development Goals (SDG) dalam mata uang Euro.

Berdasarkan siaran pers dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPP) Kementerian Keuangan yang diakses pada Minggu (19/9/2021), transaksi ini merupakan penerbitan SDG bond konvensional pertama di Asia.

“Hal ini mencerminkan kepemimpinan Indonesia dalam pembiayaan berkelanjutan dan langkah yang signifikan dalam pencapaian SDG,” demikian kutipan keterangan pers tersebut.

Pemerintah menerbitkan 1 SUN denominasi euro, yakni RIEUR0334 dengan nominal 500 juta euro. SUN bertenor 12 tahun tersebut memiliki tingkat kupon 1,30 persen dan imbal hasil (yield) 1,351 persen. Adapun Seri RIEUR0334 tersebut akan jatuh tempo pada 23 Maret 2034.

Terkait hal tersebut, Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, penerbitan obligasi global yang dilakukan pemerintah Indonesia dinilai tepat dari sisi waktu mengingat kondisi pasar saat ini yang kondusif.

Ia memaparkan, minat investor mulai mengalami peningkatan dari secara bertahap pada kuartal I/2021 dan kuartal II/2021. Hal ini terlihat dari penawaran yang masuk pada lelang Surat Utang Negara (SUN) dan juga Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dalam kurun waktu tersebut.

“Bahkan pemerintah tidak lagi mengadakan greenshoe option lagi sejak bulan Mei. Hal ini menandakan kondisi pasar pada lelang regular yang membaik seiring dengan kondisi likuiditas yang optimal,” jelasnya saat dihubungi pekan ini.

Dari sisi fundamental ekonomi, optimisme pemulihan ekonomi seiring dengan penanganan pandemi yang cukup berhasil juga terlihat dari kasus yang mengalami perlambatan hingga bulan September.

Selain itu, tren relatif rendahnya imbal hasil obligasi AS juga bisa menjadi momentum yang tepat untuk penerbitan global bonds saat ini.

Sementara itu, terkait SDG bonds, Yusuf mengatakan minat investor akan cukup tinggi mengingat kepercayaan investor terhadap kondisi fundamental Indonesia dalam jangka panjang.

Indonesia juga memiliki rekam jejak yang cukup baik dalam penerbitan obligasi sejenis. Sebelumnya, Indonesia telah menerbitkan green sukuk yang merupakan produk pertama di dunia.

“Penerbitan green sukuk juga mendapat sambutan yang hangat dari investor, terbukti dari oversubscribed hingga 3 kali lipat untuk produk tersebut,” kata Yusuf.

Yusuf mengatakan, emisi SDG Bond Euro kemungkinan merupakan produk global bond terakhir yang akan diterbitkan pemerintah tahun ini. Hal ini seiring dengan kebutuhan pembiayaan yang sudah cukup memadai.

Ia menjelaskan, dengan masuknya investor dari penerbitan global bond ini yang umumnya mengambil tenor jangka menengah panjang, akan memberikan posisi Average Time To Maturity di level yang relatif stabil sehingga bisa memperkecil risiko refinancing.

Dengan penerbitan ini, Yusuf meyakini kepercayaan investor terhadap pasar obligasi Indonesia akan semakin kuat. Sehingga, potensi masuknya modal asing (capital inflow) dalam jangka panjang akan kian deras.

“Semoga hal ini juga bisa menjadi bahan evaluasi lembaga pemeringkatan rating untuk melakukan reevaluasi terhadap risiko pasar keuangan di dalam negeri,” pungkas Yusuf.

Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana menyebutkan, obligasi global bermata uang euro terbitan Indonesia masih akan diminati oleh investor. Hal ini seiring dengan tingkat return potensial yang akan didapat investor dari obligasi ini.

Ia menjelaskan, dengan tingkat suku bunga euro yang berada di level -0,2 persen, investor dapat memperolah return sekitar 2,2 persen – 2,3 persen. Hal ini juga ditambah dengan peringkat utang Indonesia yang masih BBB- akan meningkatkan keyakinan pemilik modal.

“Menurut saya obligasi SDG bonds ini akan sangat diburu, apalagi oleh investor di Eropa,” katanya saat dihubungi pekan ini.

Selain itu, tingkat permintaan investor terhadap instrumen investasi yang optimal juga masih cukup tinggi. Menurut Fikri, tingkat likuiditas investor global masih cukup tinggi seiring dengan sikap mereka yang menanti instrumen potensial.

Sementara itu, dengan mendiversifikasi emisi obligasi global ke sejumlah mata uang, Fikri mengatakan ketergantungan Indonesia terhadap 1 mata uang akan lebih rendah. Hal tersebut akan turut mengurangi risiko volatilitas mata uang rupiah.

Selain itu, penerbitan dengan tenor panjang ini juga merupakan bentuk manajemen risiko utang Indonesia.

Dengan emisi bertenor menengah – panjang, profil utang Indonesia tidak akan terlalu bertumpu pada 1 tenor tertentu. Manajemen risiko tersebut akan membuat risiko refinancing di masa depan lebih kecil.

"Ke depannya, penerbitan obligasi global dari Indonesia juga masih akan cukup diminati mengingat manajemen risiko pemerintah yang optimal," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper