Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) berharap kemunculan peraturan terkait pemecahan nilai nominal saham (stock split) dan penggabungan saham (reverse stock) akan memberikan kepastian hukum dalam rangka pemenuhan hak-hak pemegang saham dan memberikan perlindungan kepada investor.
Setelah sempat berembus pada 3 tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini merancang payung regulasi yang mengatur pemecahan saham dan penggabungan saham oleh perusahaan terbuka. Nantinya, sederet persyaratan harus dipenuhi emiten yang hendak menggelar aksi korporasi tersebut.
Dalam matriks rancangan peraturan OJK (RPOJK) yang dipublikasikan pekan lalu, OJK menjabarkan jumlah emiten yang melakukan stock split dan reverse stock meningkat signfikan dalam 5 tahun terakhir. Sementara itu, belum terdapat peraturan khusus yang mengatur mengenai pemecahan saham dan penggabungan saham, baik dalam bentuk POJK maupun peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Terkait hal tersebut, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, latar belakang perancangan aturan tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Perusahaan Tercatat dalam melaksanakan stock split dan reverse stock.
Dalam upaya melindungi kepentingan investor, pihak BEI akan melakukan evalusi atas pelaksanaan stock split dan reverse stock. Hal tersebut dilakukan tidak hanya mempertimbangkan pemenuhan persyaratan Bursa, tetapi juga substansinya.
“Evaluasi dilakukan melalui penyampaian permintaan penjelasan, mengevaluasi pergerakan harga saham sebelum stock split/reverse stock, maupun melakukan dengar pendapat dengan Perusahaan Tercatat,” jelas Nyoman pada pekan ini.
Baca Juga
Nyoman memaparkan, pada umumnya pelaksanaan stock split bertujuan untuk meningkatkan likuiditas saham dengan cara memperbanyak jumlah saham yang beredar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli investor atas saham yang sudah relatif mahal, sehingga memberikan kesempatan investor ritel untuk berinvestasi.
Sementara itu, reverse stock dilaksanakan dalam rangka adanya kebutuhan dan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan sehubungan dengan penambahan modal Perusahaan Tercatat. “Ada konsekuensi jumlah saham berkurang sesuai rationya, namun harga saham per lembar meningkat,” terangnya.
Nyoman melanjutkan, selama ini belum ada Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang khusus mengatur pelaksanaan stock split dan reserve stock. Di sisi lain, jumlah Perusahaan Tercatat yang melakukan stock split dan reverse stock semakin meningkat.
BEI berharap peraturan tersebut akan memberikan dasar hukum atas persyaratan dan prosedur pelaksanaan stock split dan reverse stock oleh Perusahaan Tercatat. Selain itu, diharapkan akan ada kepastian hukum dalam rangka pemenuhan hak-hak pemegang saham dan perlindungan investor dalam pelaksanaan stock split dan reverse stock.
“Sepanjang pengetahuan kami, sampai saat ini OJK masih dalam tahap meminta tanggapan dari para pelaku di Pasar Modal, termasuk juga kepada Bursa,” tutupnya.