Bisnis.com, JAKARTA - Dua emiten berencana melakukan penambahan modal melalui skema obligasi konversi. Skema ini dinilai dapat menguntungkan kedua pihak di masa penuh ketidakpastian seperti saat ini.
Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan mengungkapkan instrumen obligasi konversi atau obligasi wajib konversi (OWK) merupakan instrumen utang dengan kelebihan memiliki fitur konversi.
"Hal ini membuat pemegang obligasinya mempunyai pilihan sebagai investasi pendapatan tetap atau saham [konversi]. Inilah yang membuat jenis instrumen ini menjadi menarik bagi investor, karena opsi tersebut," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (13/7/2021).
Biasanya bagi investor yang akan membeli saham perusahaan, skema OWK dapat mengamankan risiko seperti saat ini ketika masih ada hal-hal ayang menjadi pertimbangan untuk kondisi ke depan baik dari target perusahaan maupun kondisi makro perekonomian.
Jika melihat dari sisi penerbitnya, karena obligasi ini punya fitur tambahan konversi sehingga sebagai kompensasinya kupon yang ditawarkan sangat rendah dibandingkan obligasi konvensional atau bahkan tidak ada.
"Karena pada umumnya investor yang membeli OWK ini tujuannya adalah hak konversi sehingga rela mendapatkan kupon yang rendah," paparnya.
Baca Juga
OWK atau obligasi konversi bisa menjadi ikatan atau komitmen awal bagi rencana akuisisi. Jadi dari sisi penerbit bisa mendapatkan pendanaan di awal atau bisa lebih cepat tanpa harus menunggu proses rights issue.
Sementara itu, dari sisi investor, dana yang diberikan tersebut bisa berlaku sebagai pinjaman dengan bunga atau hak untuk dikonversi menjadi saham dan memberi ruang pertimbangan sebelum melakukan konversi atau akuisisi.
"Saham yang menjadi objek konversi, jika dana OWK masuk ke perusahaan maka sahamnya berasal dari saham yang diterbitkan perusahaan bisa saham baru (rights issue) atau saham lama, jika perusahaan tersebut memiliki Treasury Stock," urainya.
Dua emiten baru-baru ini memilih skema tersebut, terbaru, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) bakal menerbitkan OWK yang akan dikonversi menjadi sebanyak-banyaknya 2,77 miliar saham. Dana tersebut akan dipakai untuk pemenuhan utang jatuh tempo dan modal usaha.
Sementara itu, PT Adi Sarana Armada Tbk. (ASSA) bakal mengantongi Rp720 miliar dari skema yang dapat diserap oleh IFC sebagai standby buyers. Saat ini prosesnya telah sampai pada tahap penawaran umum.
Pada saham baru yang ditawarkan ASSA melekat obligasi konversi sebanyak 600 juta unit dengan rasio setiap pemegang 453 saham lama.
Artinya, yang terdaftar berhak memperoleh 80 HMETD, di mana setiap 1 HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli satu unit obligasi konversi dengan harga pelaksanaan sebesar Rp1.200 per unit.