Bisnis.com, JAKARTA - Emiten transportasi dan logistik, PT Adi Sarana Armada Tbk. (ASSA) memperoleh izin penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perseroan membidik target emisi Rp720 miliar.
Emiten bersandi ASSA ini memperoleh pemberitahuan efektif Pernyataan Pendaftaran nomor: S/06/D.04/2021 dari OJK dalam rangka Penambahan Modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) pada 2 Juli 2021.
Pada saham baru yang ditawarkan ASSA melekat obligasi konversi sebanyak 600 juta unit dengan rasio setiap pemegang 453 saham lama. Artinya, yang terdaftar berhak memperoleh 80 HMETD, di mana setiap 1 HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli satu unit obligasi konversi dengan harga pelaksanaan sebesar Rp1.200 per unit.
Presiden Direktur Adi Sarana Armada Prodjo Sunarjanto mengungkapkan menjelaskan perseroan menargetkan perolehan dana rights issue sekitar Rp720 miliar.
Dana tersebut setelah dikurangi biaya-biaya emisi, sebagian besar yaitu sekitar Rp639,3 miliar akan digunakan untuk melunasi dan membayar sebagian pinjaman bank yang diambil pada 2019 untuk memulai bisnis last mile delivery Anteraja serta akuisisi lelang otomotif PT JBA.
Kemudian, sebanyak Rp18,52 miliar dana hasil rights issue akan digunakan untuk pengembangan usaha jasa pergudangan Titipaja (e-fulfilment), serta sisanya untuk modal kerja perseroan.
Baca Juga
“Kami bersyukur sekali memperoleh pernyataan efektif ini selain tentunya atas kepercayaan dari IFC yang akan menjadi pemegang saham ASSA. Kami akan terus melanjutkan proses transformasi ke arah end-to-end logistic berbasis teknologi sambil memperkuat pilar bisnis lainnya di bidang ekosistem mobilitas dan penjualan kendaraan bekas," jelasnya dalam keterangan resmi, Selasa (6/7/2021).
Titipaja merupakan inisiatif terbaru ASSA di bidang logistik berupa sharing warehouse untuk membantu penjual dari e-commerce lebih mudah dan efisien dalam melakukan penitipan dan pengiriman barang kepada pelanggan.
Nantinya, obligasi konversi dari proses HMETD ini akan dapat diperdagangkan dan dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2 tahun setelah tanggal emisi dan bersifat zero-coupon.
Jumlah saham apabila obligasi konversi ini dikonversi menjadi saham adalah sebanyak-banyaknya 600 juta saham baru atau setara dengan 15,01 persen dari total saham setelah pelaksanaan konversi jika tidak terdapat penyesuaian pada harga konversi.
Apabila masih terdapat sisa HMETD yang belum dilaksanakan, maka seluruh obligasi konversi yang tersisa akan diambil oleh International Finance Corporation (IFC) yang merupakan bagian dari grup Bank Dunia.
"Dengan ekosistem yang saling terintegrasi ini, kami yakin akan mampu mengambil peluang pertumbuhan pesat di tengah model bisnis sharing economy berbasis digital yang menjadi tren di masa kini dan mendatang,” kata Prodjo.