Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Hasan Zein Mahmud menyoroti euforia penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dari PT Bukalapak.com Tbk. yang bernilai jumbo hingga Rp22 triliun.
Dalam prospektus di Harian Bisnis Indonesia, Bukalapak akan melepaskan saham sebanyak-banyaknya 25.765.504.851 saham atau dibulatkan 25,76 miliar saham. Nilai nominal Rp50, yang mewakili sebanyak-banyaknya 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO.
Harga penawaran IPO Bukalapak berkisar Rp750-Rp850, sehingga raksasa e-commerce itu berpotensi meraup dana dari IPO dengan kisaran Rp19,32 triliun-Rp21,9 triliun. Dengan harga tersebut, kapitalisasi pasar BukaLapak akan menjadi sekitar Rp88 triliun.
Apabila membandingkan dengan raksasa e-commerce asal China, Alibaba Group Holding Limited, kapitalisasi yang layak bagi BukaLapak setelah dihitung menggunakan angka nisbah yang sama hanya sekitar Rp7 triliun.
“Kapitalisasi Alibaba dihargai sekitar 5 kali pendapatan. Menggunakan angka nisbah yang sama, kapitalisasi yang layak bagi BL adalah 5 kali Rp 1,35 triliun. Sekitar Rp 7 triliun. Bukan Rp88 triliun,” tulis Hasan dalam catatan kepada investor, Minggu (11/7/2021).
Tanpa menyangsikan prospek pertumbuhan bisnis BukaLapak di masa depan, Hasan mengingatkan, investor patut mempertanyakan tentang biaya ekspansi saat ini yang membutuhkan dana sekitar Rp22 triliun tersebut.
Baca Juga
“Jumlah itu [Rp22 triliun] sepuluh kali lipat dari nilai aset saat ini. Konsep keuangan yang benar mengajarkan bahwa biaya modal ekuitas harus lebih tinggi dari biaya modal utang. Perusahaan harus mampu mencatat kenaikan laba bersih minimal 7 persen — 8 persen per tahun,” papar Hasan.
Apabila imbal hasil saham yang dihasilkan emiten tersebut hanya sebesar yield SUN sekitar 6 persen — 7 persen per tahun, investor pun patut berpikir dua kali sebelum mengakumulasikan saham yang risikonya lebih tinggi.
Hasan mengingatkan bahwa yang berhak diklaim oleh pemegang saham pada nilai perusahaan BukaLapak adalah sisa laba setelah pajak, bukan gross transaction value (GTV) apalagi pendapatan perusahaan.
Adapun, saat ini BukaLapak belum dapat membukukan laba walaupun jumlah kerugian kian berkurang. Dari sisi top line, pendapatan BukaLapak pada 2020 tercatat Rp1,35 triliun atau mengalami kenaikan selama tiga tahun berturut-turut.
Walaupun IPO BukaLapak ini memberikan sentimen positif di pasar modal dan secara makroekonomi, Hasan mengatakan investor harus bijak dalam mengukur saham e-commerce tersebut.
“Bursa saham memang tempat paling heboh dalam mengeksploitasi psikologi manusia, dengan menunggang market trend. Jual slogan demi cuan. Demi cuan. Demi cuan!” tutup Hasan.