Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketidakpastian Pasokan Iran Bikin Harga Minyak Menguat

Bank of America memprediksi harga minyak Brent kemungkinan akan mencapai rata-rata US$68 per barel pada tahun ini, tetapi bisa mencapai US$100 per barel pada tahun depan.
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak melonjak pada akhir perdagangan Senin waktu Amerika Serikat (AS), memperpanjang kenaikan pada pekan sebelumnya, didorong pelemahan dolar AS dan jeda dalam pembicaraan untuk mengakhiri sanksi AS terhadap minyak mentah Iran.

Mengutip Antara, Selasa (22/6/2021), minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus melonjak US$1,39 atau 1,9 persen, menjadi parkir di US$74,90 per barel.

Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli terangkat US$2,02 atau 2,8 persen, menjadi ditutup pada US$73,66 per barel.

Kedua harga acuan telah meningkat selama empat pekan terakhir karena optimisme atas laju vaksinasi Covid-19 global dan perkiraan peningkatan dalam perjalanan musim panas.

Penguatan ini pun telah mendorong premi spot untuk minyak mentah di Asia dan Eropa ke level tertinggi beberapa bulan.

Bank of America mengatakan Brent kemungkinan akan mencapai rata-rata US$68 per barel pada tahun ini, tetapi bisa mencapai US$100 per barel pada tahun depan karena permintaan yang terpendam dan penggunaan mobil pribadi yang lebih banyak.

Harga minyak didorong oleh dolar AS yang lebih lemah berpotensi mengirim investor spekulatif ke aset berdenominasi greenback seperti sejumlah komoditas.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,36 persen menjadi 91,894 pada akhir perdagangan Senin (21/6/2021). Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.

Negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran terhenti pada Minggu (20/6/2021) setelah hakim garis keras Ebrahim Raisi memenangkan pemilihan presiden negara itu.

"Pemilihan seorang garis keras di Iran membebani pasar karena sanksi tampaknya tidak akan dicabut," kata Bob Yawger, direktur Energi Berjangka di Mizuho di New York.

Kesepakatan dapat menyebabkan Iran mengekspor tambahan 1 juta barel per hari, atau 1,0 persen dari pasokan global, selama lebih dari enam bulan dari fasilitas penyimpanannya.

Pejabat Iran dan Barat mengatakan kemenangan Raisi tidak mungkin mengubah posisi negosiasi Iran. Dua diplomat mengatakan mereka mengharapkan istirahat perundingan sekitar 10 hari.

Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi pada Senin (21/6/2021) mendukung pembicaraan antara Iran dan enam kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, tetapi dengan tegas menolak pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden, sekalipun jika Washington menghapus semua sanksi.

Selain itu, harga minyak telah mendapat dukungan dari perkiraan pertumbuhan terbatas dalam produksi minyak AS. Hal ini memberikan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) lebih banyak kekuatan untuk mengelola pasar dalam jangka pendek sebelum potensi kenaikan kuat dalam produksi minyak serpih AS pada 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper