Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentimen Global Bikin Rupiah Naik Turun

rupiah parkir di level 14.290 setelah terkoreksi 17,5 poin atau 0,12 persen. Meskipun demikian, posisi tersebut sedikit lebih baik dari posisi pembukaan hari ini di level 14.295.
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menghitung mata uang rupiah di salah satu cabang MNC Bank, Jakarta. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah kembali ditutup melemah pada perdagangan Rabu (19/5/2021). Sentimen dari global dinilai menjadi faktor utamanya.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah parkir di level 14.290 setelah terkoreksi 17,5 poin atau 0,12 persen. Meskipun demikian, posisi tersebut sedikit lebih baik dari posisi pembukaan hari ini di level 14.295.

Tak hanya rupiah, mayoritas mata uang Asia lainnya juga ikut melemah hari ini dengan koreksi paling dalam dialami ringgit Malaysia sebesar 0,25 persen. Kemudian yuan China terdepresiasi 0,16 persen dan peso Filipina 0,15 persen.

Lalu ada rupee India yang turun 0,13 persen, sedangkan baht Thailand mengalami nasib serupa dengan mata uang Garuda yakni terdepresiasi 0,12 persen. Di sisi lain won Korea Selatan malah menguat 0,43 persen.

Dalam waktu yang sama, indeks dolar AS terpantau menguat 0,11 poin atau 0,13 persen ke level 89,86.

Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan pergerakan rupiah yang naik-turun pasca libur Lebaran 2021 masih wajar selama berada dalam rentang 14.000—14.500.

Menurutnya, pergerakan mata uang Garuda lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen global, mengingat data-data ekonomi dalam negeri masih cenderung stabil dan masih sesuai dengan proyeksi para ekonom.

“Relatif ke sentimen global ya. Dari dalam negeri berjalan on track, ekonomi terus menunjukkan recovery, semua survery recovery, inflasi terjaga,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (19/5/2021)

Salah satu sentimen yang sangat memengaruhi adalah kondisi pasar AS yang juga cenderung bergerak vatiatif pekan lalu, seperti inflasi AS yang semat naik ke posisi 4,2 persen yang ikut mengerek yield US Treasury kembali meninggi.

Akan tetapi kondisi tersebut terkompensasi dengan data ritel sales dan data klaim pengangguran AS yang meningkat. Pun, kini pasar tengah menantikan hasil pertemuan The Fed.

“Jadi memang bukan masalah domestik. Kita namanya small open economy, apapun yang terjadi di AS atau di global pasti memengaruhi,” pungkas Fikri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper