Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan Samurai Bond menjadi salah satu opsi pemerintah untuk memenuhi target penerbitan surat utang di kuartal II/2021. Analis menilai opsi ini menarik sebagai bagian diversifikasi.
Dalam laporan eksekutif Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pemerintah mematok target pengadaan utang melalui instrumen surat utang negara (SUN) Rp194,6 triliun, salah satunya melalui penerbitan Samurai Bond.
Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan pemerintah memiliki target penerbitan surat utang yang harus dipenuhi dan obligasi dalam mata uang asing dapat menjadi diversifikasi yang menarik bagi pasar, khususnya investor global.
“Di awal tahun kan sudah menerbitkan USD dan Euro, jadi mungkin sudah waktunya juga diversifikasi dengan melakukan penerbitan dalam mata uang lain. Apalagi tenor Samurai Bond biasanya lebih panjang,” tutur Fikri ketika dihubungi Bisnis, Rabu (19/5/2021).
Lebih lanjut, Fikri mengatakan saat ini nilai tukar rupiah relatif sedang stabil sehingga tidak ada salahnya menerbitkan SUN dalam denominasi asing seperti yen Jepang, apalagi dari sisi yield Jepang juga lebih rendah dibandingkan Indonesia sehingga cost of fund juga bisa ditekan.
Dari sisi penyerapan, Fikri menilai Jepang merupakan salah satu pasar yang menjanjikan dengan pembeli antara lain dari dana pensiun atau pension fund Jepang dan Japan Bank of International Cooperation (JIBC).
Baca Juga
“Terlepas ada tidaknya pandemi pension fund jepang sangat mencari yield negara-negara yang paling kompetitif, bisa dapat kupon positif saja sudah bagus dibanding [yield] di negara mereka negatif.
Akan tetapi, dia juga menggarisbawahi agar adanya keseimbangan dalam diversifikasi surat utang yang diterbitkan agar tidak berat (overweight) di salah satu denominasi asing untuk menghindari risiko kurs di masa mendatang.
“Kalau terlalu overweight di instrumen tertentu tentu kurang baik karena bisa ada beban mata uang, jika saat jatuh tempo nanti mata uangnya sulit di Indonesia, tentu sebagai issuer akan kesusahan,” pungkas Fikri.