Bisnis.com, JAKARTA — PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) atau Surge telah menutup penawaran Obligasi dan Sukuk Ijarah I Tahun 2025 dengan niilai masing-masing Rp1,25 triliun. WIFI pun membidik penerbitan obligasi global dengan mata uang yen Jepang tahun depan.
Direktur Utama Solusi Sinergi Digital Yune Marketatmo menjelaskan penerbitan obligasi oleh anak usaha WIFI, PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) mengalami oversubscribe.
“Buat kami, ini jadi semangat seluruh tim di Surge dan juga di IJE. Ini adalah bukti bahwa investor memahami, dan ingin bergabung dengan Surge untuk membangun Indonesia,” kata Yune, di Jakarta, Jumat (13/7/2025).
Sebagai informasi, obligasi dan sukuk yang diterbitkan oleh PT Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) atau WEAVE, anak usaha dari WIFI bernilai Rp2,5 triliun. Penawaran Obligasi II dan Sukuk Ijarah I Tahun 2025 dengan nilai masing-masing maksimal Rp1,25 triliun diserbu para investor hanya dalam kurun waktu 2 hari bursa di tanggal 2 dan 3 Juli 2025.
Dalam penerbitan Obligasi dan sukuk kali ini, Weave menggandeng 8 perusahaan sekuritas sebagai Joint-Lead Underwriters (JLU), yaitu RHB Sekuritas Indonesia, Bahana Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas, BNI Sekuritas, Ciptadana Sekuritas Asia, KB Valbury Sekuritas, Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan UOB Kay Hian Sekuritas.
“Oversubscribe-nya berapa? Tentunya kami tidak bisa disclose ya, hanya bisa dipastikan oversubscribe, dan terpaksa langsung di-stop. Langsung Rp2,5 triliun dalam satu putaran ini sangat jarang terjadi,” ujar Direktur Utama RHB Sekuritas Thomas Nugroho di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Menurut Thomas, komposisi investor yang membeli surat utang Obligasi II dan Sukuk Ijarah I rata-rata investor institusional domestik, bank treasury, Asset Management, Dana Pensiun (Dapen), dan Individual.
Adapun ke depan, Yune menyebut pemegang saham IJE, NTT East tengah menggodok penerbitan Samurai Bond atau obligasi global dengan mata uang yen Jepang.
“Tadi dibocorin sama NTT East ya [penerbitan Samurai Bond]. Tahun ini kami sudah tidak ada penerbitan, tapi tahun depan,” ucap Yune.
Menurut Yune, penerbitan obligasi dan pendanaan-pendanaan yang dilakukan WIFI akan digunakan untuk membangun 40 juta jaringan homepass dalam waktu 5 tahun.
Yune memperkirakan ekspansi WIFI dengan menargetkan 5 juta homepass untuk 12 bulan ke depan saja membutuhkan biaya sekitar Rp7 triliun.
“Kalau pakai internal cashflow pasti bisa, tapi lambat pastinya [pertumbuhan homepass],” ucapnya.
Berdasarkan laporan keuangannya, WIFI mencatatkan pendapatan sebesar Rp513,4 miliar hingga semester I/2025. Pendapatan ini naik 66,17% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp309 miliar.
Pendapatan ini diperoleh dari iklan sebesar Rp232,8 miliar, bandwidth sebesar Rp241,2 miliar, pendapatan sewa core sebesar Rp31,4 miliar, colocation sebesar Rp1,15 miliar, dan manage telco service senilai Rp7,5 miliar.
Kemudian beban pokok pendapatan WIFI turun 6,59% secara tahunan. Beban pokok pendapatan WIFI turun menjadi Rp121,1 miliar, dari sebelumnya sebesar Rp129,6 miliar.
Alhasil, laba bruto WIFI meningkat menjadi Rp392,3 miliar pada semester I/2025. Laba bruto ini naik 118,76% dari semester I/2024 yang sebesar Rp179,3 miliar.
Raihan tersebut membuat laba bersih WIFI melesat hingga 153,62% menjadi Rp227,9 miliar, dari sebelumnya sebesar Rp89,8 miliar secara tahunan.
Adapun sampai akhir Juni 2025, WIFI mencetak total aset sebesar Rp5,25 triliun, meningkat dari akhir Desember 2024 yang sebesar Rp2,9 triliun. Total liabilitas WIFI juga naik menjadi Rp3,05 triliun di akhir semester I/2025, dari sebelumnya sebesar Rp1,93 triliun pada akhir 2024.
Sementara itu, total ekuitas WIFI juga naik menjadi Rp2,19 triliun pada semester I/2025, dari sebelumnya sebesar Rp969,3 miliar pada akhir 2024.