Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS melonjak terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan pada Rabu pagi (24/3/2021), melampaui level tertinggi dua minggu, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS merosot karena Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan kepada Kongres bahwa inflasi tidak akan lepas kendali.
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya terakhir menguat 0,65 persen pada 91,8, berbalik arah dari pergerakan Senin (22/3/2021) ketika turun tetapi melayang di bawah tertinggi empat bulan, karena investor mencari tempat berlindung yang aman (safe haven) pada dolar AS.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga turun lagi, menjadi 1,624 persen. Pada Selasa (23/3/2021), surat utang negara menarik permintaan yang kuat untuk yang bertenor dua tahun, dengan investor menunggu lelang obligasi pemerintah untuk yang bertenor lebih lama pada pekan ini.
“Ini lebih tentang fundamental,” kata Ahli Strategi di Tempus Inc Juan Perez. “(Kami) memiliki banyak data untuk dicerna mulai besok.”
Perez mengatakan kenaikan dolar menunjukkan pandemi Covid-19 belum berakhir.
Indeks dolar telah naik sekitar 2,4 persen sejauh tahun ini karena investor melihat peluncuran vaksin Covid-19 yang relatif cepat dan pengeluaran stimulus di AS sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Tetapi ada nada waspada di pasar global, dengan sebagian besar saham AS jatuh pada Selasa (23/3/2021). Hal ini dipicu oleh gelombang ketiga pandemi Covid-19 di Eropa. Seperti diketahui, Jerman memperpanjang pengunciannya dan mendesak warganya untuk tinggal di rumah selama liburan Paskah. Euro merosot 0,71 persen terhadap dolar menjadi US$1,1847 .
Dolar Selandia Baru jatuh karena langkah-langkah baru untuk mendinginkan pasar perumahan, turun ke level terendah tiga bulan terhadap dolar AS. Mata uang Kiwi anjlok sekitar 2,27 persen hari itu di US$0,70.
Penurunan tersebut dipicu oleh pemerintah Selandia Baru yang memperkenalkan langkah-langkah untuk mengekang spekulasi di pasar perumahan yang sedang panas, di mana harga rumah telah melambung 23 persen dalam 12 bulan. Dolar Australia - yang dianggap sebagai proksi likuid untuk risiko - juga terpukul dan jatuh 1,54 persen terhadap dolar AS.
Lira Turki agak stabil, setelah jatuh 7,5 persen pada Senin (22/3/2021) akibat Presiden Tayyip Erdogan memecat kepala bank sentral Turki yang dinilai hawkish. Lira menguat sekitar 1,79 persen terhadap dolar AS.