Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia masih berpeluang menguat dalam jangka panjang ditengah tren negatif yang sedang terjadi saat ini.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (22/3/2021), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak bulan April 2021 terpantau turun hingga 1,68 persen pada posisi US$60,39 per barel.
Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Mei 2021 sempat anjlok hingga 1,30 persen ke posisi US$63,69 per barel.
Analis Komoditas di UBS Group AG, Giovanni Staunovo mengatakan kemunduran harga minyak pada akhirnya akan terjadi setelah sempat reli hingga menembus level US$70 per barel.
Meski demikian, Staunovo mengatakan koreksi ini hanya akan terjadi sesaat dalam upaya pemulihan harga minyak secara jangka panjang. Salah satu katalis yang mendukung reli harga berkepanjangan adalah kebijakan yang diterapkan oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (The Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan negara-negara sekutunya atau OPEC+ dalam menjaga produksi minyak dunia.
“Dengan langkah OPEC+ yang cenderung hati-hati terkait produksi, pasokan minyak global kemungkinan akan tetap defisit dan harga akan kembali pulih,” katanya dikutip dari Bloomberg pada Senin (22/3/2021).
Baca Juga
Sementara itu, Resource Analyst di Fat Prophets David Lennox menuturkan para pelaku pasar masih akan terus memperhatikan kebijakan yang akan diambil oleh OPEC+. Hal ini terutama pada pertemuan organisasi tersebut pada April mendatang.
Menurut Lennox, sejauh ini langkah-langkah yang diambil oleh OPEC+ mengindikasikan sikap organisasi tersebut yang akomodatif terhadap pasar. Hal tersebut diprediksi akan tetap berlanjut pada pertemuan OPEC+ pada bulan April.
Hal senada diungkapkan oleh Chief Global Market Strategist Axi Stephen Innes. Menurutnya, koreksi harga yang terjadi saat ini disebabkan oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan lockdown lanjutan yang akan dilakukan sejumlah negara Eropa seperti Perancis dan Jerman.
Kendati demikian, Innes menilai sentimen ini tidak akan memiliki dampak yang berkepanjangan terhadap pergerakan harga minyak. Selain itu, kondisi fundamental minyak juga belum melemah secara signifikan untuk memicu terjadinya aksi jual (selloff) berkelanjutan di pasar.
Innes melanjutkan, sentimen kenaikan cadangan minyak di AS kini sudah tidak diperhatikan oleh pelaku pasar. Adapun, kebijakan lockdown di Eropa tidak akan memperburuk tingkat utilisasi pemurnian minyak di wilayah tersebut yang sudah rendah sejak Desember lalu.
“Pergerakan harga minyak kemungkinan tidak akan turun terlalu jauh dari level saat ini,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi. Menurutnya, koreksi harga minyak yang terjadi saat ini hanya sementara. Prospek positif harga minyak kedepannya didukung oleh paket stimulus senilai US$1,9 triliun dari AS yang dapat memulihkan perekonomian.
Selain itu, proses vaksinasi virus corona yang masih terus berjalan di seluruh dunia juga semakin memperkuat optimisme pasar terhadap pulihnya ekonomi global. Hal tersebut akan berimbas pada pulihnya permintaan terhadap komoditas minyak.
Meski demikian, peluang penguatan harga minyak juga amat bergantung pada pemulihan yang terjadi di wilayah Eropa. Ibrahim memaparkan, sebagai wilayah dengan konsumsi minyak tertinggi setelah China, peningkatan permintaan dari kawasan Eropa akan memperkuat sentimen positif untuk reli harga dalam jangka panjang.
“Penurunan saat ini hanya terjadi sesaat, ke depannya akan kembali reli. Hingga semester I/2021 nanti, harga minyak dapat menyentuh US$70 per barel,” katanya.
Di sisi lain, Managing Member of the Global Macro Program Tyche Capital Advisors LLC., Tariq Zahir mengatakan, salah satu indikasi kunci prospek positif minyak adalah kurva harga yang masih menunjukkan pola backwardation.
Adapun, pola backwardation merupakan indikasi utama bahwa permintaan minyak menguat dan pasokannya berkurang. Pola ini menunjukkan pengiriman untuk bulan terdekat lebih mahal dibandingkan bulan-bulan mendatang.
Meski demikian, Zahir mengatakan, pola ini juga masih dapat berubah apabila pasar kembali melakukan aksi jual dalam beberapa waktu ke depan. Ia menambahkan, pelemahan tersebut juga mulai terlihat pada beberapa bagian kurva harga minyak global.
“Pola backwardation dalam harga minyak dunia saat ini sudah tidak securam sebelumnya,” tambah Zahir.