Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service telah menetapkan peringkat B1 terhadap obligasi dolar AS yang direncanakan PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA)
Pada 15 Maret 2021, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) menyetuji rencana perseroan menerbitkan global bond senilai US$400 juta atau setara Rp5,64 triliun dengan menggunakan kurs tengah per 31 Desember 2020, Rp14.105 per dolar AS.
Berdasarkan keterangan resmi Moody’s, Senin (22/3/2021), obligasi tersebut bakal diterbitkan tanpa jaminan senior. Emiten berkode saham TBLA itu rencananya akan menggunakan hasil bersih untuk membayar penuh surat utang senilai US$250 juta yang jatuh tempo Januari 2023 mendatang.
Penerbitan obligasi tersebut dilakukan oleh anak perusahaan Tunas Baru Lampung International Pte. Ltd. Obligasi itu juga digunakan untuk pembiayaan kembali (refinancing) obligasi dalam mata uang rupiah sebesar Rp1,3 triliun yang jatuh tempo pada Maret 2023, Rp200 miliar pada Maret 2025, dan sebagian lainnya untuk pinjaman modal kerja.
Analis dan juga Asisten Wakil Presiden Moody’s Maisam Hasnain menyampaikan peringkat tersebut diberikan Moody’s karena adanya jaminan hulu dari jurusan anak perusahaan yang beroperasi memitigasi risiko subordinasi struktural untuk pemegang obligasi.
“Kami juga berharap TBLA akan terus menunjukkan ketergantungan yang rendah pada jaminan pembiayaan selama dua tahun ke depan, sehingga hutang terjamin atau total hutang rasio akan tetap di bawah 50 persen," papar Hasnain, yang juga analis utama Moody untuk TBLA dalam keterangan resmi dikutip pada Senin (22/3/2021).
Baca Juga
Peringkat B1 TBLA mencerminkan permintaan jangka panjang yang menguntungkan untuk bisnis komoditas utamanya, yakni kelapa sawit dan gula. Perusahaan tersebut memantapkan posisi sebagai produsen minyak sawit terintegrasi, dengan pertumbuhan eksposur industri gula di Indonesia.
Moody's memperkirakan saldo kas TBLA dan proyeksi kas dari operasi tidak akan cukup untuk memenuhi proyeksi penggunaan kas selama 12-15 bulan mendatang, terutama karena fasilitas modal kerja.
Hutang jangka pendek TBLA meningkat tajam menjadi Rp1,8 triliun pada tahun 2020 dari Rp442 miliar pada tahun 2019. Emiten yang memiliki bidang usaha utama industri minyak goreng serta produk turunan kelapa sawit lainnya itu awalnya melakukan penarikan atas fasilitas modal kerja selama kuartal II/2020 untuk meningkatkan kasnya.
Tindakan ini merupakan upaya menjaga keseimbangan untuk mengurangi risiko operasional tak terduga yang timbul akibat pandemi Covid-19. Namun, emiten tidak dapat membayar fasilitasnya karena arus kas operasi yang lemah yang dihasilkan selama tahun berjalan.
“Kami juga berharap TBLA akan terus mengambil pendekatan proaktif refinancing utang jatuh tempo yang besar. Harapan ini tergambar di dalamnya peringkat B1 saat ini dan prospek stabil, " jelas Hasnain.
Moody's menilai rencana penerbitan obligasi dolar AS dan refinancing berikutnya sebagai perkembangan kredit yang positif, karena akan membantu memperpanjang jatuh tempo utang TBLA yang besar pada kuartal I/2023.