Bisnis.com, JAKARTA - Bitcoin turun untuk pertama kalinya dalam enam sesi perdagangan bersamaan dengan pelonggaran sentimen risiko yang lebih luas di pasar keuangan.
Cryptocurrency dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia itu tergelincir 1,1% pada hari Jumat (12/3), diperdagangkan pada level US$56.965 atau setara Rp819 juta (kurs Rp14.391), pada pukul 17:00 sore waktu New York.
Sebelumnya, pada Kamis (11/3), token itu naik pada kisaran US$200 dari level tertinggi sepanjang masa di US$58.350 yang tercatat pada 21 Februari lalu.
Pada saat yang sama, Indeks Kripto Galaxy Bloomberg, yang melacak Bitcoin, Ether, dan tiga mata uang kripto lainnya merosot 2,5%.
"Posisi terakhir bearish pada level US$57.800 dan sepertinya kita akan melilhat persaingan sengit sebelum pekan ini berakhir," ujar Matt Blom, kepala perdagangan penjualan global di EQUOS, seperti dikutip melalui Bloomberg, Sabtu (13/3).
Blom menambahkan, dari sisi negatifnya, nilai jual Bitcoin yang berada di atas US$57.000 diprediksi tergelincir ke level US$56.620 hingga US$55.000.
"Setiap pergerakan di bawah [nilai] ini akan didukung oleh kenaikan pembelian dan penurunan pembelian serupa," tambahnya.
Sementara itu, Bloomberg melaporkan pada Jumat bahwa bursa cryptocurrency terbesar, Binance Holdings Ltd., berada di bawah pengawasan dari Commodity Futures Trading Commission atas kekhawatiran bahwa perusahaan tersebut mungkin telah melanggar aturan AS.
Aset digital naik hampir sepuluh kali lipat dalam setahun terakhir karena optimisme atas permintaan institusional yang meningkat mendorong harga ke rekor tertinggi.
Sementara beberapa orang mengatakan bahwa Bitcoin adalah 'gelembung' yang dipicu oleh stimulus yang kemungkinan besar akan meledak, para pelaku industri berpendapat bahwa adopsi kelembagaan akan mencegah Bitcoin jatuh dari level tertinggi seperti yang disaksikan pada 2017-2018.