Bisnis.com, JAKARTA - Penerbitan surat utang korporasi sepanjang tahun berjalan 2021 meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama 2020 lalu. Kendati demikian, kondisi ini masih jauh dari tahun-tahun sebelumnya.
Mengacu pada data BEI per 16 Januari 2021, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 473 emisi dari 130 emiten dengan nilai nominal outstanding Rp427,09 triliun dan US$ 47,5 juta.
Dari angka tersebut, jumlah emisi obligasi dan sukuk baru yang dicatatkan sepanjang tahun berjalan hingga sudah mencapai Rp 5,11 triliun dari 8 obligasi yang diterbitkan oleh 8 emiten.
Dibandingkan periode yang sama tahun 2020, terdapat 2 emisi obligasi yang diterbitkan oleh 2 perusahaan tercatat dengan total yang dicatatkan sebesar Rp1,15 triliun. Sehingga terdapat peningkatan sebesar Rp3,96 triliun atau 344,35 persen.
Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana menilai meski ada peningkatan yang signifikan dibandingkan 2020, jumlah emisi obligasi korporasi di awal tahun ini masih terbilang kecil dibandingkan beberapa tahun lalu.
Sebagai perbandingan, mengacu data Otoritas Jasa Keuangan, nilai emisi obligasi korporasi pada Januari-Februari 2019 mencapai Rp14,02 triliun, sedangkan periode yang sama pada 2018 nilainya mencapai Rp21,27 triliun.
Baca Juga
“Saya saya pikir masih banyak tertahan ya,” katanya, Rabu (17/2/2021)
Kendati demikian, dia memperkirakan tren emisi obligasi masih akan naik sepanjang tahun ini apalagi banyak obligasi yang akan jatuh tempo sehingga perusahaan akan cenderung melakukan penerbitan baru untuk refinancing.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang diolah Pefindo, nilai obligasi yang jatuh tempo pada 2021 paling besar di kuartal III/2021, yakni mencapai Rp38,1 triliun.
Kemudian terbesar kedua ada di kuartal II/2021 yaitu Rp31,7 triliun, lalu di kuartal IV/2021 sebesar Rp29,6 triliun. Sementara untuk kuartal pertama tahun depan paling kecil yakni Rp22,5 triliun.
Di sisi lain, tren suku bunga juga masih rendah sehingga berpotensi dimanfaatkan oleh beberapa emiten untuk mencari dana segar dengan biaya penerbitan yang rendah pula.
“Tapi mungkin belum akan sebanyak 2019-2018 lalu karena sepertinya masih pada wait and see,” pungkasnya.