Bisnis.com, JAKARTA – Harga nikel mencetak rebound dan mendekati level tertingginya dalam 5 tahun seiring dengan kenaikan permintaan dari China. Prospek harga nikel juga diperkuat dengan tren permintaan kendaraan listrik.
Pada penutupan perdagangan Selasa (12/1/2021), harga nikel pada London Metal Exchange (LME) terpantau sempat naik hingga US$17.891 per ton. Catatan ini semakin dekat dengan posisi harga nikel tertinggi pada September 2019 sebesar US$18.600 per ton.
Adapun level harga yang dicatatkan pada pekan lalu membuat harga nikel telah naik 62 persen sejak jatuh pada level terendahnya pada Maret 2020. Anjloknya harga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi China yang terhambat karena pandemi virus corona.
Sementara itu, rebound harga nikel ditopang oleh prospek pemulihan ekonomi China. Hal tersebut mendorong tingkat permintaan komoditas ini. Reli harga nikel juga didukung oleh outlook komoditas bijih besi (iron ore) yang lebih baik pada tahun ini.
Analis ED&F Man Capital Markets Edward Meir mengatakan bahwa nikel dan tembaga menjadi salah satu logam dasar yang mendapatkan keuntungan paling banyak di tengah prospek pemulihan kondisi makro ekonomi global saat ini dan perkembangan ekonomi hijau.
Apalagi, setelah Kongres AS mengesahkan kemenangan presiden terpilih, Joe Biden, yang diyakini akan membuahkan banyak kebijakan ramah lingkungan, termasuk mendorong penetrasi kendaraan listrik.
Baca Juga
Peningkatan penetrasi kendaraan listrik menjadi katalis positif bagi nikel karena komoditas itu merupakan bahan baku utama baterai kendaraan listrik yang dinilai sangat efisien.
“Nikel dan tembaga adalah salah satu komoditas yang paling dimanfaatkan dari prospek makro saat ini, dan belum lagi secara jangka panjang harga nikel sangat didukung oleh penggunaannya sebagai baterai kendaraan listrik,” ujar Meir dikutip dari Bloomberg.