Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Valuasi Terlampau Mahal, Saham Farmasi Masih Diburu Investor

Pada penutupan perdagangan Selasa (12/1/2021), mayoritas saham farmasi masih bertahan di zona hijau, dengan penguatan dipimpin oleh saham PT Indofarma Tbk. (INAF) yang berhasil naik 11,6 persen, diikuti saham PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) naik 10,45 persen, dan saham PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) naik 8,14 persen.
Ilustrasi. Aktivitas di laboratorium farmasi./Darya-Varia
Ilustrasi. Aktivitas di laboratorium farmasi./Darya-Varia

Bisnis.com, JAKARTA – Saham sektor farmasi semakin menarik perhatian investor seiring dengan euforia vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Investor tampak terus memburu saham farmasi kendati secara valuasi mayoritas saham sudah tergolong mahal.

Pada penutupan perdagangan Selasa (12/1/2021), mayoritas saham farmasi masih bertahan di zona hijau, dengan penguatan dipimpin oleh saham PT Indofarma Tbk. (INAF) yang berhasil naik 11,6 persen, diikuti saham PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) naik 10,45 persen, dan saham PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) naik 8,14 persen.

Tidak kalah, saham PT Soho Global Health Tbk. (SOHO) juga naik 6,44 persen,  saham PT Phapros Tbk. (PEHA) naik 6,02 persen, dan saham PT Tempo Scan Pacific Tbk. (TSPC) naik 3,02 persen.

Kendati demikian, momentum ini gagal dimanfaatkan saham PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) yang justru terkoreksi 4,55 persen.

Adapun, penguatan ini berlanjut setelah sejumlah emiten farmasi kompak terkena auto reject atas (ARA) akibat sahamnya naik hingga 25 persen. 

Bahkan, saham emiten distributor alat suntik PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) juga tersulut dan terpaksa digembok oleh Bursa Efek Indonesia setelah mengalami ARA pada perdagangan Senin (10/1/2021) dan menguat selama 9 hari berturut-turut sejak akhir Desember 2020.

Padahal, sejumlah emiten farmasi telah memiliki price earnings ratio (PER) ratusan kali atau termasuk saham-saham dengan valuasi yang mahal. Berdasarkan data Bloomberg, INAF memiliki PER di level 899,93 kali dan IRRA diposisi 178,29 kali.

Analis PT Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami mengatakan bahwa PER dan rasio price to Book Value (PBV) sejumlah saham farmasi sudah melambung tinggi dan di luar batas wajar.

“Jika dilihat dari rasio tersebut saham farmasi ini jauh lebih mahal dari beberapa nama saham-saham big caps yang biasa dihargai premium,” ujar Zamzami kepada Bisnis, Selasa (12/1/2021).

Dia menjelaskan bahwa sebelum pandemi Covid-19, likuiditas saham farmasi tidak terlalu tinggi sehingga arus dana atau kenaikan volume yang signifikan sangat berpengaruh ke pergerakan harga.

Oleh karena itu, dia memperingatkan investor terhadap adanya potensi koreksi dari pergerakan saham sektor itu, karena kenaikan harga yang terjadi juga belum disertai dengan adanya perubahan fundamental.

Di antara seluruh saham farmasi, dia merekomendasikan KLBF dan SIDO dengan TP masing-masing Rp1.780 dan Rp870. Zamzami menilai kedua saham itu memiliki pertumbuhan yang lebih stabil dan konsisten, margin yang lebih baik, profitabilitas yang lebih baik, dan lebih kuat secara balance sheet.

Secara terpisah, Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Indonesia Anggaraksa Arismunandar juga mengatakan bahwa valuasi beberapa saham farmasi, terutama saham BUMN farmasi, sudah masuk kategori premium. Hal itu didukung euforia vaksinasi Covid-19.

Untuk diketahui, setelah CoronaVac, vaksin Covid-19 dari Sinovac, resmi mendapatkan izin penggunaan darurat atau EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Indonesia akan mulai melakukan vaksinasi. Presiden Joko Widodo akan menjadi orang pertama yang divaksinasi dan dijadwalkan Rabu (13/1/2021).

“Sentimen ini sangat kuat. Untuk rekomendasinya, saya lihat saham emiten farmasi swasta mulai dilirik. Top picks saya KLBF dengan TP Rp1.900,” ujar Anggaraksa kepada Bisnis.

Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan meyakini ada potensi gap antara ekspektasi yang dimiliki investor, jika melihat apresiasai pasar terhadap harga saham farmasi, dengan realisasi fundamental seperti dampak terhadap kenaikan laba dan konsistensi kinerja.

“Saat ini harga emiten farmasi sedang dalam euforia pelaksanaan vaksinasi, pasar atau investor harus bisa cermat memilih mana emiten yang bisa memiliki konsistensi pertumbuhan yang tinggi kedepannya dan tentu mampu men-delivered target-targetnya,” papar Alfred kepada Bisnis.

Dia menjelaskan bahwa secara valuasi KLBF dan TSPC memang tertinggal cukup jauh di antara saham farmasi pelat merah. Namun jika melihat potensi pertumbuhan yang dimiliki, terlihat potensi KAEF, INAF dan IRRA jauh lebih besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper