Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing mencatatkan net sell atau jual bersih sebesar Rp17,19 triliun dalam satu bulan perdagangan akibat ekspektasi suku bunga yang tinggi serta kenaikan dolar AS.
Berdasarkan data RTI Business, asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp17,19 triliun dalam periode satu bulan perdagangan. Asing terpantau menjual saham-saham di pasar reguler sebesar Rp13,83 triliun dan di pasar tunai dan negosiasi sebesar Rp3,36 triliun.
Adapun beberapa saham yang dilepas asing dalam periode tersebut adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI), PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) dan PT Astra International Tbk. (ASII).
Mengutip Bloomberg, investor asing telah menjual saham-saham Indonesia selama 15 hari berturut-turut, periode terpanjang sejak Januari 2023, karena ekspektasi periode yang lebih lama dengan suku bunga yang lebih tinggi dan dolar AS yang lebih kuat. Dana global telah melepas saham-saham negara ini senilai US$814,5 juta secara bersih bulan ini.
Pasar-pasar Asia Tenggara lainnya, termasuk Malaysia, Vietnam, dan Filipina, telah melihat penarikan dana oleh investor asing pada bulan April.
manajer dana di Samsung Asset Management Co. Alan Richardson menyebutkan arus keluar modal meningkat karena pergeseran tiba-tiba dalam ekspektasi suku bunga yang diperparah oleh risiko geopolitik yang meningkat di Timur Tengah.
Baca Juga
“Kombinasi dolar AS yang lebih kuat, imbal hasil obligasi yang lebih tinggi, penyebaran kredit yang melebar, dan volatilitas ekuitas VIX yang lebih tinggi telah meningkatkan ketidaknyamanan risiko terhadap saham,” kata dia, dikutip Jumat (26/4/2024).
Selain itu, Bank Indonesia juga menunda awal kebijakan moneter yang lebih longgar pada hari Rabu sebagian karena ketidakpastian seputar prospek suku bunga Federal Reserve.
Hal itu mungkin memungkinkan Bank Indonesia untuk membantu menstabilkan rupiah, yang menjadi salah satu yang paling terdampak di Asia pada bulan April, memperpanjang penurunannya terhadap dolar AS ke level terendah dalam empat tahun setelah melemah sekitar 1,9%.
Senada, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih kecil dan lebih lama dari prakiraan (high for longer) sejalan pula dengan pernyataan para pejabat Federal Reserve System.
Akibatnya, investor global memindahkan portfolionya ke aset yang lebih aman khususnya mata uang dolar AS dan emas, sehingga menyebabkan pelarian modal keluar dan pelemahan nilai tukar di negara berkembang semakin besar.
Kondisi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.