Bisnis.com, JAKARTA – Kebutuhan pendanaan ekspansi dan penurunan biaya penerbitan menjadi sejumlah faktor yang diperkirakan membuat perusahaan gencar menawarkan obligasi sepanjang tahun 2021.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, penerbitan obligasi korporasi akan mulai ramai pada paruh pertama tahun ini. Hal ini seiring dengan prospek pemulihan ekonomi global yang diharapkan terjadi pada 2021.
“Pada awal tahun ini juga sudah terlihat ada sejumlah perusahaan yang mulai menawarkan (obligasi korporasi) dan beberapa lainnya yang mulai menyiapkan rencana penerbitan,” katanya kepada Bisnis Minggu (10/1/2021).
Ramdhan menjelaskan, seiring dengan prospek pemulihan ekonomi, perusahaan akan mengeksekusi rencana ekspansinya yang tidak terjadi pada 2020 lalu karena pandemi virus corona. Selain itu, korporasi juga berupaya menerbitkan obligasi guna melakukan refinancing atas utang-utang yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat.
Pemanfaatan momentum ini juga didukung oleh lonjakan permintaan terhadap instrumen investasi, termasuk surat utang. Pasalnya, pelaku pasar dan investor saat ini memiliki likuiditas yang cukup banyak dan memerlukan instrumen investasi dengan return maksimal.
Lebih lanjut, dia menambahkan, tren suku bunga rendah akan berdampak pada penurunan biaya penerbitan (cost of fund). Menurutnya, biaya penerbitan obligasi dapat dijaga pada level yang rendah sehingga akan memaksimalkan penawaran dan penyerapan surat berharga perusahaan.
Baca Juga
Meski demikian, Ramdhan mengatakan cost of fund yang rendah tidak dapat dinikmati oleh seluruh perusahaan. Dia menuturkan, selain tingkat suku bunga, masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi pergerakan cost of fund obligasi korporasi.
Salah satu faktor utama menurut Ramdhan adalah rekam jejak dan peringkat utang perusahaan tersebut. Umumnya, cost of fund obligasi perusahaan dengan peringkat yang biasa saja atau rekam jejak yang kurang baik akan tetap tinggi.
Selain itu, kondisi sektoral pada masing-masing perusahaan juga menjadi kunci. Keadaan tiap sektor yang beragam akan menentukan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menerbitkan surat utang.
Dia menambahkan, kondisi perbankan yang cenderung optimal ditambah dengan rekam jejak yang baik membuat sektor ini dapat menekan biaya penerbitan sekaligus menjadikan obligasi sebagai salah satu sumber utama untuk membayar kewajibannya.
"Kemungkinan obligasi akan menjadi opsi untuk kebanyakan perusahaan di sektor finance atau perbankan pada tahun ini untuk membiayai rencana ekspansi ataupun refinancing," katanya
Sebaliknya, penurunan peringkat utang yang terjadi pada sejumlah emiten di sektor konstruksi akan membuat cost of fund di bidang ini akan cukup tinggi.
Selain itu, serapan surat utang pada sektor ini kemungkinan tidak begitu maksimal seiring dengan lonjakan penerbitan obligasi yang dilakukan perusahaan pada sektor konstruksi dalam beberapa tahun terakhir.
Dia mencontohkan, emiten konstruksi PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) yang memiliki total obligasi jatuh tempo di kisaran Rp2 triliun pada tahun ini kemungkinan tidak akan mengandalkan penerbitan obligasi sebagai sumber pendanaan utama.
Ramdhan menjelaskan, WSKT sempat menerima penurunan rating utang dari lembaga pemeringkat pada tahun lalu. Selain itu, jumlah penerbitan obligasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir juga terbilang tinggi.
"Kepemilikan investor seperti asuransi atau dana pensiun dalam obligasi korporasi milik perusahaan sektor infrastruktur juga sudah cukup tinggi dan memiliki batas maksimal, sehingga akan menghambat mereka untuk kembali masuk," jelasnya.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), total obligasi korporasi yang akan jatuh tempo pada 2021 adalah sebanyak Rp93,006 triliun.
Perinciannya, sebanyak 61 seri surat utang senilai Rp41,29 triliun akan jatuh tempo pada semester I/2021. Sementara itu, 104 seri obligasi senilai Rp51,71 triliun akan jatuh tempo pada paruh kedua 2021.