Bisnis.com, JAKARTA - Relaksasi pajak penghasilan atau PPh final atas bunga obligasi yang diperoleh wajib pajak reksa dana sebesar 5 persen segera berakhir.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 100/2013 yang mengubah PP No. 16/2009, pemerintah memberikan relaksasi terkait pajak penghasilan (PPh) final atas bunga obligasi yang diperoleh wajib pajak reksa dana yakni sebesar 5 persen.
Namun, muncul PP No. 55/2019 yang merupakan perubahan kedua PP No. 16/2009, yang menyebutkan bahwa tarif PPh bunga obligasi naik dari 5 persen menjadi 10 persen untuk tahun 2021 dan seterusnya.
Terkait hal tersebut, President Director PT Sucorinvest Asset Management, Jemmy Paul Wawointana mengatakan berkurangnya insentif ini akan berdampak negatif bagi pertumbuhan sejumlah jenis reksa dana.
“Akan cukup berdampak terhadap reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana terproteksi,” katanya saat dihubungi pada Minggu (27/12/2020).
Jemmy mengatakan, pemberlakuan bea meterai tersebut akan berimbas pada menurunnya jumlah dana kelolaan atau asset under management (AUM). Hal tersebut terutama akan terjadi pada reksa dana terproteksi.
Direktur PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Supranoto Prajogo menilai perubahan besaran pajak yang dikenakan terhadap bunga obligasi yang dibeli reksa dana tidak akan terlalu memengaruhi pertumbuhan industri.
KSEI mencatat pertumbuhan investor reksa dana sangat pesat pada 2020. Sampai dengan 30 November 2020, jumlah investor reksa dana mencapai 2,90 juta investor, meningkat 63,75 persen dari posisi akhir 2019 yang sebanyak 1,77 juta investor.
Baca Juga
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total dana kelolaan industri reksa dana juga terpantau terus tumbuh. Dana kelolaan reksa dana senilai Rp547,86 triliun sampai dengan akhir November 2020 atau di atas posisi Rp542,17 triliun pada akhir Desember 2019.
Dia menuturkan awalnya insentif PPh tersebut diberikan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri reksa dana. Adapun, selama ini relaksasi pajak tersebut sudah diterapkan cukup lama.
“Sudah diundur-undur juga beberapa tahun [kenaikannya]. Dulu, minta diundur supaya industri reksa dana itu lebih mature dan jumlah investornya jauh lebih banyak,” tuturnya dalam sesi daring bersama awak media, baru-baru ini.
Supranoto menilai saat ini pertumbuhan industri reksa dana sudah cukup baik bahkan melebihi ekspektasi sebelumnya. Dengan demikian, kenaikan pajak ini pun dinilai tidak akan menyurutkan minat investor apalagi porsinya tak signifikan.
“Memang naik 5 persen, tetapi itu hanya terbatas kepada kupon obligasinya saja jadi tidak terpengaruh keseluruhan reksa dana juga karena memang dari jumlah reksa dana yang memiliki fixed income itu kurang dari 50 persen,” tuturnya.