Bisnis.com, JAKARTA – Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di level 6.800 pada tahun 2021 mendatang.
Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, sepanjang bulan November, IHSG telah menguat 12,77 persen dan telah berada pada level 5.783. Meski demikian, IHSG masih belum berada di level pada awal tahun, saat di level 6.323.
Budi memperkirakan, IHSG masih berpotensi naik pada tahun 2021. Selain itu, nilai tukar rupiah juga berpotensi berada di bawah level 14.000 pada akhir tahun. Hal ini didukung dengan sentimen-sentimen perbaikan ekonomi Indonesia tahun depan, dan harapan akan vaksin yang mulai didistribusikan.
Salah satu indikator perbaikan ekonomi Indonesia adalah penyaluran stimulus dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah mencapai 78 persen. Hal tersebut ditunjukkan dengan kenaikan jumlah uang beredar sebesar 17,6 persen pada September 2020 lalu.
“Kondisi ini juga didukung dengan kenaikan harga komoditas,” katanya dikutip dari keterangan resmi, Senin (30/11/2020).
Selain itu pertumbuhan kredit di Indonesi juga mulai menunjukkan tanda pemulihan. Menurut Budi, meski pertumbuhan kredit di September hanya naik 0,12 persen, angka tersebut masih positif dibandingkan pertumbuhan kredit pada kuartal II/2020 lalu.
Baca Juga
Bank Indonesia memproyeksi, pertumbuhan kredit di kuartal 4/2020 akan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini karena saldo bersih tertimbang mencapai 57,6%, yang lebih tinggi dibanding kuartal 3 lalu sekitar 50,7%.
Data dari Bahana TCW Investment Management menunjukkan, aliran dana asing telah masuk pada Oktober, dan kian meningkat pada bulan November. Hal ini mendorong penguatan rupiah, sehingga memberi keyakinan bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga 3,75 persen, dengan situasi inflasi yang terkendali dan current account defisit turun bahkan berpotensi surplus di kuartal III/2020.
Aliran dana asing ke Indonesia ditopang oleh terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS yang memberi harapan adanya perubahan pada sejumlah kebijakan dalam mendorong rotasi investasi ke negara berkembang. Sejak tahun 2008, stimulus telah memperkuat hanya memperkuat ekonomi AS secara individu.
“Hal ini menyebabkan investor asing relatif enggan masuk ke negara berkembang yang terlihat dari pergerakan IHSG yang underperform selama 10 tahun,” jelasnya.
Melihat beberapa indikator tersebut, Budi melihat pasar obligasi dan saham berpotensi menguat sebagai wadah dari investasi asing yang masuk. Adapun, jika yield obligasi turun, Budi juga menargetkan investasi di pasar saham yang meningkat karena proyeksi imbal hasil yang lebih baik.