Bisnis.com, JAKARTA – Surplus transaksi dan aliran dana asing yang masuk menjadi penopang penguatan nilai rupee India ditengah pandemi virus corona yang menghantam perekonomian negara tersebut.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (6/10/2020), nilai rupee saat ini telah naik lebih dari 2 persen pada kuartal III/2020. Catatan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan nilai rupiah Indonesia yang anjlok 4 persen.
Torehan positif bagi rupee datang ditengah kondisi ekonomi yang anjlok karena pandemi virus corona yang telah menelan korban 6,6 juta jiwa d negara tersebut.
Kenaikan nilai rupee didukung oleh surplus transaksi berjalan, aliran dana asing dari pasar saham, serta penjualan aset-aset yang menghasilkan miliaran dolar dalam bentuk inflow. Barclays Plc memperkirakan India dapat mencatatkan surplus transaksi sebesar US$72,5 miliar pada tahun ini, atau terbesar sejak Maret 2008.
Selain itu, menurunnya defisit neraca perdaganangan india juga menjadi salah satu faktor neraca transaksi berjalan negara tersebut berada di zona hijau.
Sejauh ini, India juga telah mendapatkan dana US$6,5 miliar dari pasar saham yang ditopang oleh penjualan saham-saham sektor perbankan.
Baca Juga
“Faktor pendukung makro yang bersifat bearish saat ini menjadi faktor pendukung pergerakan positif rupee seiring dengan neraca transaksi berjalan yang surplus pada 2021 serta FDI yang tetap kuat,” jelas analis Barclays, Ashish Agrawal.
Meski demikian, nilai rupee India masih menghadapi sejumlah tantangan. Kelanjutan reli rupee amat bergantung pada kondisi pemulihan ekonomi di negara tersebut ditengah inflasi yang tinggi. Sejumlah pakar juga memperkirakan nilai rupee akan melemah pada kuartal IV/2020, dengan estimasi 73,83 per dolar AS.
“Kondisi perekonomian India tengah berada di kondisi yang lebih buruk dibandingkan negara lain yang sebanding. Mereka memiliki prospek pemulihan yang lemah ditambah dengan inflasi yang tinggi, kondisi fiskal yang memburuk, kebijakan yang ketat untuk menghadang virus corona, dan opsi yang minim untuk memulihkan ekonomi,” jelas Hugo Erken, Ekonom Senior di Rabobank International.