Bisnis.com, JAKARTA – Geliat dua emiten farmasi yaitu PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) dan PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) untuk masing-masing memproduksi dan mendistribusikan obat antivirus mendapatkan respon yang positif dari pelaku pasar.
Kimia Farma sebelumnya mengonfirmasi akan memproduksi obat antivirus Avigan di dalam negeri pada pertengahan September lalu.
Sementara itu, Kalbe Farma mengumumkan kerja sama pemasaran dan distribusi obat antivirus injeksi Covifor atau Remdesivir dengan PT Amarox Pharma Global anak usaha dari produsen obat antiretroviral Hetero yang berpusat di India.
Usai mengumumkan peluncuran distribusi dari obat antivirus injeksi Covifor atau Remdesivir pada Kamis (1/10/2020), harga saham KLBF langsung melejit sejak awal pembukaan pasar. Sentimen tersebut juga ternyata ikut berpengaruh signifikan terhadap pergerakan harga saham KAEF.
Berdasarkan data Bloomberg, saham KLBF menguat signifikan 3,87 persen ke level Rp1.610, sedangkan kenaikan harga saham KAEF terpantau jauh lebih tinggi yakni 10,03 persen ke level Rp3.180.
Adapun, selama tiga bulan terakhir harga saham KLBF hanya meningkat 11,42 persen sementara harga saham KAEF menguat jauh lebih signifikan yakni 180,18 persen.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, analis Panin Sekuritas Rendy Wijaya menyatakan dalam jangka waktu dekat KLBF akan lebih mendapat sentimen positif karena saat ini Covifor sudah siap didistribusikan.
“Sedangkan untuk Avigan yang rencana akan diproduksi oleh KAEF sampai dengan saat ini belum memulai proses produksi dan juga penjualan, sehingga mungkin efeknya baru akan dapat dirasakan di tahun 2021 mendatang,” ungkap Rendy kepada Bisnis, Kamis (1/10/2020).
Rendy menilai kontribusi pendapatan dari penjualan masing-masing obat antivirus masih sulit diperkirakan karena belum terdapat informasi yang pasti dari masing-masing emiten terkait volume distribusi dan produksi obat antivirus.
Meskipun KLBF belum secara spesifik memperkirakan kontribusi pendapatan dari Covifor, dampak dari penjualan cairan injeksi yang awalnya digunakan untuk pasien Ebola tersebut dinilai cukup positif terhadap penjualan dari segmen obat resep.
Segmen obat resep KLBF, lanjutnya, pada semester pertama tahun 2020 mencatatkan penurunan sekitar 4 persen secara tahunan dikarenakan lemahnya permintaan seiring dengan menurunnya kunjungan pasien ke rumah sakit. Dengan demikian, penjualan Covifor berpotensi meminimalisir penurunan penjualan segmen obat resep KLBF pada tahun 2020.
Sementara itu, pergerakan saham KAEF yang cukup signifikan dinilainya sangat dipengaruhi oleh sentimen dari vaksin covid-19 hasil kerjasama antara biofarma dan Sinovac yang sempat diberitakan telah direstui oleh WHO. Hal ini juga menyebabkan valuasi KAEF saat ini menjadi lebih mahal.
“Jika dibandingkan antara KLBF dan KAEF, saya lebih merekomendasikan KLBF seiring dengan posisi keuangan yang lebih solid. Untuk KLBF target harga di Rp1.850,” sebutnya.
Sampai dengan saat ini, KLBF dianggap masih mampu mempertahankan net cash position sehingga lebih memiliki fleksibilitas dalam melakukan ekspansi usaha kedepannya dan memiliki buffer yang cukup untuk bertahan jika kinerja tertekan.
Adapun, analis Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr mengatakan sentimen produksi Avigan oleh KAEF dan pendistribusian Covifor oleh KLBF berpengaruh positif terhadap kedua emiten.
“Kalau yang paling diuntungkan masih terlalu dini dan sulit dihitung,” ungkap Zamzami kepada Bisnis, Kamis (1/10/2020).
Menurutnya, bisa jadi KAEF lebih unggul karena memproduksi Avigan di dalam negeri sehingga membuat margin laba dari segmen obat jauh lebih tebal. Namun, hal ini akan tergantung pada detail mengenai volume produksi dan harga pasaran Avigan ke depannya yang sampai dengan saat ini belum diketahui.
Terkait kinerja fundamentalnya, Zamzami sendiri masih merekomendasikan beli saham KLBF. Hal ini mengingat emiten yang juga bekerjasama dengan Genexine dalam upaya pengadaan vaksin Covid-19 di Indonesia tersebut memiliki pertumbuhan yang konsisten dan margin yang lebih baik.
“Profitabilitas KLBF juga lebih baik contoh terlihat dari ROA, ROE, dan lebih kuat secara balance sheet. Target harga pribadi tidak ada, tapi konsensus di Rp1.730,” tutupnya.